Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew Tutup Usia, Rusia Turut Berduka

Pengalaman Lee Kuan Yew membangun Singapura masih relevan untuk diteladani oleh para pemimpin dunia dan tokoh ekonomi negara berkembang, termasuk Rusia. Foto: Reuters

Pengalaman Lee Kuan Yew membangun Singapura masih relevan untuk diteladani oleh para pemimpin dunia dan tokoh ekonomi negara berkembang, termasuk Rusia. Foto: Reuters

Pada Senin (23/3) dini hari, perdana menteri pertama Singapura Lee Kuan Yew mengembuskan nafas terakhirnya. Hingga detik-detik akhir beliau, otak di balik ‘keajaiban ekonomi Singapura’ ini masih mendapat penghormatan dan cinta yang mendalam dari warga Singapura. Berikut reaksi para politisi dan ekonom Rusia atas kepergian Lee Kuan Yew.

Presiden Rusia Vladimir Putin

Putin mengungkapkan rasa bela sungkawa pada Presiden Singapura Tony Tan Keng Yam atas kepergian mantan perdana menteri Singapura dan salah satu 'bapak' politik internasional Lee Kuan Yew, demikian disampaikan melalui situs resmi presiden Rusia.

"Sepanjang masa baktinya sebagai negarawan, ia sangat dihormati dicintai dengan tulus oleh bangsanya dan memiliki pengaruh tinggi di tingkat internasional," kata Putin. Sang presiden Rusia menyebutkan, Rusia akan terus mengenang Lee Kuan Yew sebagai tokoh yang tak lelah mengembangkan hubungan persahabatan Singapura-Rusia, yang telah berkontribusi besar dalam mempererat kerja sama bilateral yang saling menguntungkan.

Mantan Menteri Keuangan Rusia Alexei Kudrin

Lee Kuan Yew, sang pendiri Singapura modern, telah tiada. Ia selalu percaya pada Rusia. Saya sangat beruntung pernah bertemu dengan beliau dalam beberapa kesempatan.

Sumber: Twitter

Profesor Ekonomi, Mantan Kepala Russia's New Economic School Sergei Guriev

Kenangan terbaik yang ditinggalkan Lee Kuan Yew adalah keajaiban Singapura, sebuah negara yang makmur dan terdidik dengan tingkat korupsi yang rendah, yang dibangun dari bukan apa-apa. Lee Kuan Yew tidak menganggap dirinya sebagai jenius.

Dalam bukunya, "From Third World to First. The Singapore Story", ia menyebutkan bahwa semua keputusan yang ia ambil memiliki tujuan yang jelas: agar Singapura bisa bertahan, mereka harus memiliki kemampuan ekonomi yang kompetitif. Untuk itu, penting bagi mereka untuk menarik investor asing dan memperbaiki kualitas pendidikan tenaga kerja lokal, membasmi korupsi, serta menciptakan situasi kondusif untuk berbisnis. Nilai yang disampaikan melalui buku tersebut bukan memberi tahu apa yang perlu dilakukan untuk pembangunan ekonomi, tapi membuktikan bahwa kerja keras tanpa henti pada arah yang benar akan berujung pada hasil fantastis, hanya dalam beberapa dekade.

Dalam tahun-tahun terakhirnya, Lee Kuan Yew beberapa kali mengunjungi Rusia dan selalu bertanya, "Apa yang harus dilakukan?" Pada 2009, enam bulan setelah kejadian di Georgia, Lee Kuan Yew mengatakan dengan santun namun tegas, "Ini memang keputusan Anda, tapi jika Anda membutuhkan investasi dan pertumbuhan ekonomi, lebih baik membina hubungan baik dengan tetangga daripada berkelahi dengan mereka." Saya rasa sarannya masih relevan hingga saat ini.

Sumber: media Slon

Kepala Komite Urusan Internasional Majelis Rendah Parlemen Rusia (Duma) Alexei Pushkov

Lee Kuan Yew telah tiada. Saya beruntung pernah bertemu beliau pada 2010 lalu. Ia adalah seorang pemimpin besar yang bijak, tak seperti kebanyakan politisi modern Barat sekarang ini.

Sumber: Twitter

Kepala Center for Post-Industrial Studies Vladislav Inozemtsev

Federasi Malaya atau lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu dibentuk pada tahun 1948 dan terdiri dari dua pemukiman Britania: Penang dan Melaka ditambah dengan sembilan negeri Melayu (yang diperintah para Sultan).

Dengan kepergian Lee Kuan Yew, dunia kehilangan seorang pencipta reformasi hebat di abad ke-20. Mungkin hanya ada Deng Xiaoping yang dapat disandingkan dengan beliau. Pengusiran Singapura dari Federasi Malaya, yang membuat negara tersebut memperoleh kemerdekaan, merupakan peristiwa unik dalam sejarah dunia. Jika kita lebih sering melihat sejarah Singapura dari sisi ini, perlu dicatat bahwa kehadiran pemimpin yang kompeten dan berorientasi pada masa depan lebih penting bagi sebuah bangsa, dibanding 'kesatuan' atau 'stabilitas'.

Tiap negara memiliki jalannya sendiri dalam membangun bangsa. Kesuksesan sebuah negara, seperti yang telah diperlihatkan oleh Singapura, tak terlalu bergantung pada harga minyak atau keunggulan alamiah, tapi pada talenta dan kejujuran pemimpinnya. Ini mungkin pelajaran terbesar dari Singapura yang patut diteladani oleh Rusia.

Sumber: media Slon

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki