Iran dan P5+1 Belum Bisa Mencapai Kesepakatan Program Nuklir

Semua peserta negosiasi berharap dapat menandatangani dokumen akhir perundingan ini dalam waktu tiga hingga empat bulan mendatang. Foto: AFP/ East News

Semua peserta negosiasi berharap dapat menandatangani dokumen akhir perundingan ini dalam waktu tiga hingga empat bulan mendatang. Foto: AFP/ East News

Para pakar yang diwawancarai oleh RBTH menilai negosiasi tingkat internasional untuk penyelesaian masalah Iran yang telah berlangsung selama setahun ini tidak cukup untuk menciptakan kesepakatan yang sangat penting itu. Akan tetapi, saat ini terlalu cepat untuk mengatakan jika negosiasi ini telah gagal, sebab seluruh peserta masih menginginkan kemajuan negosiasi tersebut.

Iran dan mediator mancanegara P5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB: AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok + Jerman) lagi-lagi belum berhasil mencapai kesepakatan komprehensif seputar program nuklir Iran dalam negosiasi tahap akhir yang baru berakhir. Hal itu dikarenakan adanya “pendekatan tanpa kompromi dari masing-masing pihak” dan tenggat waktu yang terlalu sempit.

Ketertarikan untuk melanjutkan dialog tingkat internasional diungkapkan dalam pembicaraan antara pemimpin Rusia dan Iran melalui telepon.

Pada Senin (24/11), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang datang terlebih dahulu ke perundingan mengenai Iran di kota Wina, mengatakan bahwa semua peserta negosiasi berharap dapat menandatangani dokumen akhir perundingan ini dalam waktu tiga hingga empat bulan mendatang.

Dalam negosiasi tahap akhir terkait program nuklir Iran yang dimulai pada Selasa (18/11) di Wina, kesepakatan untuk pemberian tenggat waktu dan mekanisme pencabutan sanksi-sanksi dari Barat kepada Iran belum tercapai. Teheran bersikeras agar seluruh sanksi harus dicabut segera setelah penandatanganan perjanjian. Hal itu tidak disetujui oleh para negosiator Barat. Ada tema lain yang tidak kalah sengitnya, yaitu mengenai jumlah sentrifugal yang boleh dimiliki Iran pada obyek-obyek nuklirnya. Akhirnya, perjanjian komprehensif yang ditargetkan selesai pada Senin (24/11) ini belum bisa tercapai. P5+1 kini bertugas untuk segera menentukan tindak lanjut terkait isu Iran.

Para pakar ahli Rusia yang diwawancara RBTH menilai bahwa penyebab utama yang membuat para peserta negosiasi tidak berhasil menandatangani program nuklir Iran pada waktu yang telah ditentukan adalah tekananan yang diberikan satu sama lain, karena mengetahui adanya kepentingan masing-masing terhadap kesuksesan negosiasi ini.

Stanislav Pritchin, peneliti Institut Ketimuran Russia Academy of Sciences, menilai bahwa AS dan Iran memiliki kepentingan paling besar dari kesuksesan negosiasi ini. “Bagi Barack Obama, penyelesaian masalah Iran bisa saja menjadi kompensasi bagi kegagalan diplomasi AS di Timur Tengah dalam beberapa waktu belakangan. Penting bagi Presiden Iran Hassan Rouhani untuk memenuhi janji-janji yang dibuatnya selama kampanye dan memberi hasil kepada rakyat Iran berupa pencabutan sanksi dari negara mereka,” kata Pritchin.

Aleksey Arbatov, Direktur Pusat Keamanan Internasional dari Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional, menghubungkan ketidakadaan progres negosiasi program nuklir Iran dengan ketegangan geopolitik antara Rusia-Tiongkok dengan Barat. “Konfrontasi sengit yang dapat diamati antara negara-negara P5+1 tidaklah sesengit Barat dan Iran. Iran memahami hal itu dan memperkeras sikapnya untuk menurunkan tekanan dari Barat dan Rusia,” ujar Arbatov.

Pendekatan Rusia Terhadap Isu Nuklir Iran

Para pakar yang diwawancarai oleh RBTH menilai Moskow selalu mengambil sikap konstruktif dan berkelanjutan sepanjang proses negosiasi isu Iran ini berlangsung. Hal tersebut ditegaskan dalam pembicaraan Presiden Rusia dan Iran melalui telepon pada Senin lalu. Vladimir Putin dan Hassan Rouhani saling mengutarakan kepentingannya akan kelanjutan dialog isu program nuklir di Iran.

“Penting bagi kami agar sanksi kepada Iran dicabut, supaya peluang untuk melakukan kerja sama ekonomi yang erat dengan Iran dapat terbuka luas,” ujar Stanislav Pritchin.

Aleksey Arbatov malah menilai sebaliknya. Ia menilai pencabutan sanksi atas Iran dapat berdampak negatif terhadap perekonomian Rusia. “Teheran akan memenuhi pasar energi dunia dengan minyak mentah murah dan itu jelas akan melumpuhkan perekonomian Rusia.” Arbatov berpendapat, setelah itu Barat akan memaksa Rusia melakukan kompromi seputar krisis di Ukraina.

Andrey Baklitskiy, pakar dari Pusat Penelitian Politik Rusia, tidak sependapat dengan Arbatov. Menurutnya, pencabutan sanksi Iran dan dampak penurunan harga minyak mentah tak dapat digunakan sebagai alat untuk menekan Rusia. “Setelah pembangunan obyek nuklir di kota Bushehr, Rusia berencana untuk membangun objek nuklir baru di Iran. Oleh sebab itu, pencapaian perjanjian akhir dan pencabutan sanksi dari Iran justru pemperluas peluang kerja sama bilateral,” papar Baklitskiy.

Para pakar tersebut memiliki pandangan serupa, bahwa perjanjian sementara yang menunjukan semua pihak menetapkan pentingnya untuk melanjutkan negosiasi ini akan ditandatangani dalam waktu dekat.

Artikel Terkait

Rusia dan Iran Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi Besar-besaran

Rusia-Iran Sepakati Kerja Sama Pasokan Minyak

Rusia Siap Jual Rudal S-300 ke Iran

Barter Minyak-Barang Iran-Rusia Hanya Angan Belaka

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki