Hubungan diplomatik yang baik antara Malaysia dengan Rusia dianggap sebagai penyebab utama mengapa Malaysia tak mengikuti langkah kebanyakan negara lain yang menyalahkan para pemberontak di Ukraina timur dan Rusia. Ilustrasi oleh Natalia Mikhaylenko.
Tiga bulan setelah pesawat Malaysia Airlines yang terbang dari Schipol menuju Kuala Lumpur ditembak jatuh, sebagian toko di Mal KLCC Suria yang mewah masih memasang ungkapan dukacita bagi korban kecelakaan tersebut. Ungkapan serupa juga dapat ditemukan di berbagai area perbelanjaan kota metropolitan itu. Selain Belanda yang 193 warga negaranya meninggal dalam tragedi tersebut, Malaysia menjadi negara dengan korban terbanyak dengan jumlah korban 43 orang.
Di antara para korban terdapat pasangan Malaysia-Belanda, yakni aktris Shuba Jay, suami Jay yang berasal dari Belanda Paul Goes, serta anak perempuan mereka. “Kami tidak tahu apakah pelaku penembakan tersebut adalah para pemberontak atau pemerintah Ukraina. Tapi kami hanya ingin keadilan bagi para korban yang tak bersalah,” ujar Laxmi Mudaliar, seorang pekerja di bidang periklanan yang juga merupakan penggemar sang aktris, dengan emosional. “AS menyatakan mereka memiliki bukti bahwa pemberontaklah pelakunya, tapi mana?” kata Laxmi mempertanyakan.
Seorang pegawai senior maskapai Malaysia Airlines yang terbang secara rutin dengan rute Amsterdam mengatakan bahwa para staf diminta untuk tidak berkomentar mengenai kecelakaan ini. “Saya kehilangan dua rekan yang telah bekerja bersama saya selama bertahun-tahun,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa menurut prosedur standar, sebuah negara harus menutup ruang udaranya yang berada di dalam daerah konflik. “Saya tidak tahu siapa yang melakukannya, tapi mengapa ketika itu Ukraina tidak menutup ruang udaranya bagi penerbangan jika mereka tidak memiliki kontrol di sana?” Pandangan tersebut tersebar luas di blog-blog Malaysia.
Para pejabat Malaysia Airlines pun menolak untuk memberi pernyataan resmi ketika ditanyai pendapat mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut. “Lihat saja arsip New Straits Times jika Anda ingin tahu tanggapan kami,” ujar pejabat maskapai yang sedang dalam situasi sulit itu. Media Malaysia dikontrol ketat oleh pemerintah dan laporan yang disebutkan oleh pejabat tersebut secara gamblang menyalahkan pemerintah Ukraina.
Laporan surat kabar New Straits Times mengutip reporter Associated Press Robert Parry yang menyebutkan, “Beberapa sumber intelijen AS telah menyimpulkan bahwa para pemberontak dan Rusia kemungkinan besar tidak bersalah dan tampaknya tentara Ukraina yang bersalah.” Surat kabar Kuala Lumpur tersebut sebelumnya mengutip ahli yang mengatakan foto pola fragmentasi ledakan pada badan pesawat memperlihatkan dua bentuk berbeda, yakni pola parutan dihubungkan dengan kepala rudal berisi flechettes dan lubang-lubang penetrasi yang bundar dan lebih seragam cocok dengan tembakan meriam. Sementara, Kedutaan Ukraina di Kuala Lumpur menyangkal tuduhan bahwa pemerintah mereka terlibat dalam penyerangan tersebut.
Malaysia juga menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan Rusia. Itu merupakan penyebab utama mengapa Malaysia tak mengikuti langkah kebanyakan negara lain yang menyalahkan para pemberontak di Ukraina timur dan Rusia. Duta Besar Rusia untuk Malaysia Lyudmila Vorobyeva mengatakan pada Xinhua dalam sebuah wawancara Juli lalu bahwa Rusia sangat menghargai posisi yang sangat seimbang dan bijak, yang diambil pemerintah Malaysia. “Mereka tidak ikut asal tuduh, mereka tidak menunjuk hidung atau menyalahkan siapapun sebelum hasil penyelidikan diketahui,” papar Vorobyeva.
Para analis bidang pertahanan menilai sudut pandang artikel New Straits Times dipercaya oleh banyak warga Malaysia, namun menyalahkan pemerintah Ukraina yang disokong oleh Washington berisiko menimbulkan reaksi balasan. “Pemerintah Malaysia menahan diri untuk tidak mengatakan apapun hingga hasil investigasi Belanda keluar pada 2015, tapi ada tekanan dari publik Malaysia untuk memperoleh jawaban,” ujar seorang pejabat keamanan Malaysia.
Ia menambahkan bahwa tekanan bertambah setelah tak ada penjelasan pasti tentang apa yang terjadi dengan MH 370, yang menghilang dalam perjalanannya dari Kuala Lumpur menuju Beijing pada Maret lalu. “Lagi-lagi, di sana Tiongkok menjadi negara yang paling banyak kehilangan warganya, tapi kami tetap memandangnya sebagai tragedi kami,” ujar pejabat tersebut.
Ukraina, Belanda, Australia, dan Belgia menandatangani perjanjian mengenai kerahasiaan data yang diperoleh dari hasil investigasi kecelakaan MH 17. Malaysia tidak ikut ambil bagian dalam perjanjian tersebut, namun kecil kemungkinan negara ini akan memberi tekanan yang lebih besar dalam memperjuangkan investigasi yang imparsial. “Banyak yang bergantung pada laporan akhir investigasi tersebut dan pasti akan ada yang bisa menyangkal kesimpulan yang nanti muncul,” ujar pejabat keamanan Malaysia.
Dengan getir ia menyatakan, “Kebenaran di balik kecelakaan ini bisa dengan mudah menjadi korban geopolitik.” Pandangan serupa pun banyak warga di jalanan Kuala Lumpur.
Menteri Pertahanan Rusia: Ukraina Bertanggung Jawab Penuh Atas Tragedi MH17
MH17 Hancur di Udara Akibat Hantaman Eksternal
Rusia Masih Menanti Jawaban Penyebab Jatuhnya MH17
Lavrov: Hanya Rusia yang Masih Menyelidiki Tragedi MH17
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda