Pertemuan NATO Sudutkan Rusia, Cerminkan Tindakan Paranoid

Tujuh negara anggota NATO, yakni Inggris, Denmark, Norwegia, Belanda, Latvia, Lituania, dan Estonia telah menandatangani kesepakatan pembentukan pasukan ekspedisi gabungan atau pasukan gerak cepat skala kecil dari ketujuh negara tersebut. Foto: Reuters

Tujuh negara anggota NATO, yakni Inggris, Denmark, Norwegia, Belanda, Latvia, Lituania, dan Estonia telah menandatangani kesepakatan pembentukan pasukan ekspedisi gabungan atau pasukan gerak cepat skala kecil dari ketujuh negara tersebut. Foto: Reuters

Pada Jumat (5/9) lalu, pengambilan sikap para negara anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia menjadi perhatian utama seluruh peserta pertemuan NATO. Moskow dikritik keras oleh seluruh anggota NATO yang terdiri dari 28 negara karena dituduh melakukan invasi militer ke Ukraina tenggara dan menganeksasi Krimea.

Dokumen yang paling dinanti dari pertemuan di Wales tersebut adalah deklarasi akhir, yang berisi pengesahan pembentukan pasukan militer gerak cepat NATO sebagai jawaban atas “ancaman Rusia”.

Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen menerangkan pada wartawan bahwa pasukan tersebut akan dibuat menggunakan prinsip rotasi dari seluruh pasukan militer negara anggota aliansi. Pasukan ini dapat segera melakukan perintah yang diberikan dalam waktu singkat. Rasmussen menggambarkan pasukan gerak cepat tersebut sebagai gabungan antara pasukan reguler dengan pasukan khusus, yang dapat “dimobilisasi dengan cepat, namun mampu memberi pukulan keras pada lawan”. Bila perlu, operasi militer darat akan didukung pula dari udara dan laut.

Rasmussen menolak memberitahu seberapa besar pasukan gabungan tersebut. Namun, dari informasi yang didapatkan RBTH dari seorang narasumber, pasukan gerak cepat tersebut akan berjumlah empat ribu personil. Mobilisasi pasukan dapat dilakukan dalam jangka waktu 48 jam ke setiap negara anggota NATO. NATO mendefinisikan pasukan gerak cepat ini sebagai “sarana pencegahan rencana destabilisasi negara-negara Baltik oleh Rusia”.

Negara-negara Baltik adalah negara-negara pecahan Uni Soviet yang terletak di sekeliling Laut Baltik, yaitu sebuah kawasan di Eropa Utara yang mencakup Estonia, Latvia dan Lithuania.

Sebelumnya, beberapa negara Baltik dan Eropa Timur sudah meminta NATO untuk menjaga keamanan negara mereka sejak awal dimulainya krisis Ukraina. Akan tetapi, negara anggota NATO lain, terutama Jerman, berusaha menahan diri untuk tidak melanggar akta pendirian Dewan Rusia-NATO tahun 1997, yang mewajibkan NATO untuk tidak menempatkan pasukan mereka secara permanen di Eropa Timur. Keputusan yang dicapai dalam pertemuan Wales mengenai rotasi anggota pasukan gerak cepat dinilai tidak akan merusak isi kesepakatan tersebut, meski faktanya pasukan NATO akan terus berada di perbatasan Rusia secara permanen.

Adapun tujuh negara anggota NATO lain, yakni Inggris, Denmark, Norwegia, Belanda, Latvia, Lituania, dan Estonia telah menandatangani kesepakatan pembentukan pasukan ekspedisi gabungan atau pasukan gerak cepat skala kecil dari ketujuh negara tersebut.

Inggris bertindak sebagai inisiator pembentukan pasukan gabungan tersebut. Pasukan gabungan ini kelak tidak hanya melaksanakan operasi militer perlindungan anggota aliansi saja, tetapi juga bertugas di zona bencana alam dan krisis kemanusiaan. Pasukan tersebut terdiri dari satuan darat, laut dan udara. “Kesepakatan tersebut berupa Letter of Intent(Surat Pernyataan Kehendak). Pada musim gugur ini, akan berlangsung perundingan mengenai penempatan pasukan ekspedisi gabungan tersebut, struktur organisasi dan jumlahnya, serta kontribusi masing-masing negara peserta,” terang seorang narasumber pada RBTH.

Ancaman Bahaya bagi Moskow

NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara adalah sebuah organisasi internasional yang dibentuk sebagai sistem pertahanan kolektif untuk saling membantu pertahanan negara-negara anggotanya dalam menghadapi ancaman atau serangan pihak eksternal. 

Perwakilan Tetap Rusia di NATO Aleksander Grushko menilai arah baru aliansi tersebut dapat memperlemah keamanan regional dan global secara signifikan. Dalam siaran stasiun televisi Euronews, Grushko menyebutkan bahwa NATO terlihat mulai mempersiapkan kekuatan militer melawan Rusia, padahal sebenarnya tindakan tersebut tidak berdasar sama sekali.

Sementara di sisi lain, NATO berusaha memutuskan hubungan kerja sama mereka dengan Rusia di bidang tertentu, padahal NATO tidak dapat bertindak secara efektif tanpa bekerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Rusia, di bidang tersebut. Grushko menilai NATO bertindak paranoid, dan ketakutan itu tidak akan bisa disembuhkan dengan mengirim tank ataupun pasukan gabungan tambahan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menilai tindakan Ukraina yang menyerukan permintaan untuk melepas status nonblok dan bergabung dengan NATO setelah Presiden Rusia dan Ukraina bertemu di Minsk dan Putin menyampaikan tujuh langkah rencana perdamaian Rusia, bukanlah suatu hal yang kebetulan.

“Beberapa mitra Barat kami, termasuk negara paling berpengaruh yaitu Amerika Serikat, sayangnya ingin NATO menang, agar AS dapat mendikte seluruh kepentingannya dan mendominasi dunia,” ujar Lavrov dalam sebuah pertemuan di Moskow. “Konsep eksklusivitas yang berulang kali diserukan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dari tribun tinggi itu tidak akan mebawa kebaikan apa pun,” kata Lavrov.

Artikel Terkait

Pertemuan NATO Berpotensi Memprovokasi Rusia

NATO Akan Menempatkan Pasukan di Perbatasan Rusia

NATO Diminta Bersiap Luncurkan Sistem Pertahanan Misil EuroPRO untuk Lawan Rusia

Dialog Sistem Pertahanan Misil Rusia-Barat Temui Jalan Buntu

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki