Pantauan Pemilihan Presiden Ukraina di Moskow

Menurut Interfax, lebih dari 700 warga Ukraina ikut memilih di TPS yang sediakan di Moskow pada 25 Mei 2014. Foto: Sergey Kuznetsov/RIA Novosti

Menurut Interfax, lebih dari 700 warga Ukraina ikut memilih di TPS yang sediakan di Moskow pada 25 Mei 2014. Foto: Sergey Kuznetsov/RIA Novosti

Ukraina baru saja menyelenggarakan pemilihan presiden pada Minggu (25/5) lalu. Warga Ukraina yang berada di Rusia bisa memberi suara untuk pemilihan presiden negara mereka di enam tempat: Kedubes Ukraina di Moskow, serta konsulat-konsulat di Saint Petersburg, Nizhny Novgorod, Yekaterinburg, Novosibirsk, dan Rostov-on-Don. RBTH memantau situasi di Kedubes Ukraina, tempat pemungutan suara utama pemilu tersebut di wilayah Rusia.

Kedubes Ukraina terletak di  Leontyevsky Pereulok, sebuah gedung bersejarah dari abad ke-18 yang berada di pusat kota Moskow. Penduduk Moskow pernah mengunjungi tempat itu untuk memberi penghormatan bagi korban jiwa dalam tragedi Odessa yang terjadi pada Jumat (2/5), ketika 47 orang meninggal dalam peristiwa kebakaran di Gedung Serikat Dagang setelah bentrokan antara pendukung pemerintah Kiev dan aktivis pro-Rusia.

Namun, di hari Minggu yang terik kemarin, bunga-bunga yang didedikasikan oleh masyarakat Rusia bagi korban tragedi Odessa telah ditutup oleh pembatas besi. Polisi menjaga seluruh Leontyevsky Pereulok dan hanya menyisakan sebuah jalan kecil. Untuk memasuki Kedubes, setiap orang harus melalui pendeteksi logam yang dipasang di jalan, sedikit jauh dari pintu masuk. Sepertinya, pengamanan di tempat pemungutan suara lain pun sama ketatnya untuk mencegah kemungkinan tindak provokasi.

Seorang koresponden RBTH mencoba masuk ke Kedubes tersebut. Saat melewati pemeriksaan keamanan, petugas menemukan sebuah botol air minum plastik di tas koresponden kami dan meminta sang koresponden membuka botol tersebut agar ia dapat mencium baunya. Namun, karena botol masih tersegel, ia pun akhirnya memperbolehkan koresponden kami masuk.

Sistem pemungutan suara telah diatur dengan sangat baik. Para pemilih harus mendaftar sebelumnya. Tidak ada antrean yang terlihat di ruangan tempat pemungutan suara. Padahal, pada pemilihan presiden sebelumnya, Kedubes cukup ramai dikerumuni orang.

Menurut keterangan penjaga keamanan dari Ukraina, jumlah pemilih tidak berkurang dibanding pemilu sebelumnya. "Hanya saja, di pemilihan lalu banyak dari mereka tidak mendaftar sebelumnya sehingga harus mengantre di sini," tutur sang penjaga keamanan. Kini, semua pemilih wajib mendaftar, sehingga tidak ada antrean panjang.

Setelah menerima nomor, pemilih berjalan melalui sebuah taman dalam gedung yang dirawat dengan baik menuju gedung utama, yang tampilan mukanya memajang plakat-plakat profil setiap calon. Namun, tidak ada orang yang berhenti untuk membacanya. Matahari terlalu terik sehingga semua orang bergegas masuk ke dalam, ke lobi Kedubes yang sejuk.

Para pemilih datang dengan tampilan bermacam-macam: beberapa berpakaian tradisional Ukraina, kemeja vyshyvanka, pakaian khas Ukraina. Ada yang berpenampilan formal, ada pula yang mengenakan pakaian kasual.

Salah seorang pemilih mengaku berasal dari Donetsk. "Orang tua saya masih tinggal di sana dan tidak bisa ikut memilih. Kehadiran tentara bersenjata di Donetsk membuat pemilihan tidak mungkin dilakukan di sana. Jadi orangtua saya meminta saya untuk memilih atas nama mereka juga," tuturnya.

Seorang pria berjalan masuk. Ia mengenakan sebuah kaus yang gambar tradisional yang mencolok.

"Vyshyvanka-mu bagus sekali," sapa seorang perempuan yang bertugas sebagai pengawas pemilu.

"Ini Ralph Lauren," sahut sang pemilih dengan dongkol, dan itu menjadi akhir percakapan mereka.

Orang-orang yang datang untuk memberikan suara berasal dari berbagai bagian Ukraina: Kiev, Donetsk, Dnipropetrovsk, bahkan Krimea. Seorang perempuan muda dengan dua anak yang mengenakan vyshyvanka berkata bahwa ia tinggal di Moskow, tetapi berasal dari Krimea.

Setelah Krimea menjadi bagian dari Rusia, kebanyakan warga Krimea mulai mengajukan permohonan kewarganegaraan Rusia.

Namun, perempuan tersebut menyatakan bahwa ia tidak ikut mengajukan permohonan. "Saya tinggal di Moskow karena alasan keluarga, namun saya tetap warga Ukraina dan ingin kembali ke Ukraina. Hanya saja sekarang saya tidak tahu ke mana tepatnya saya harus pulang," ujar perempuan itu.

Ketika koresponden kami meninggalkan gedung Kedubes, polisi masih berjaga di sana. Di luar Kedubes, keadaan sungguh tenang, berbeda dengan kondisi di Arbat yang dipenuhi turis.

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki