Moskow bertindak hati-hati terkait hasil referendum di tenggara Ukraina. Foto: Reuters
Pada Senin (12/5), Kremlin menyatakan Rusia menghormati kehendak penduduk wilayah Donetsk dan Lugansk dan berharap implementasi praktis dari hasil referendum akan berlangsung dengan cara yang beradab, tanpa kekerasan. Hal tersebut akan dibicarakan melalui dialog antara perwakilan Kiev, Donetsk, dan Lugansk.
Anggota Dewan Hak Asasi Manusia Presidensial (HRC), Maxim Shevchenko, yang mengamati pemungutan suara di Slavyansk dan Kramatorsk, berpendapat bahwa penduduk wilayah tenggara Ukraina tersebut ingin dipimpin oleh wakil yang mereka pilih sendiri, bukan oleh orang-orang yang dipaksakan dari “atas”.
“Semua orang ingin melihat situasi di Ukraina berubah. Rakyat telah mengatakan mereka tak mau lagi memilih politisi penipu dan menghendaki pemerintahan yang dipimpin oleh rakyat. Mereka ingin mengendalikan anggaran wilayah mereka, memiliki hubungan yang lebih baik dengan Kiev, dan memiliki perwakilan di pemerintahan, bukan orang-orang yang dipaksakan kepada mereka,” tutur Shevchenko kepada RIA Novosti.
Para pengamat memperhatikan bahwa Moskow sekali lagi menggunakan referendum tersebut sebagai alasan untuk mendesak Kiev berbicara dengan perwakilan bagian tenggara Ukraina. “Demi terciptanya dialog tersebut, kami menghargai setiap upaya mediasi, termasuk melalui OSCE,” demikian tertulis pada pernyataan pers Presiden Rusia. Kiev telah menerima usulan OSCE untuk menunjuk diplomat Jerman Wolfgang Ischinger, dari OSCE, sebagai moderator dalam dialog di Ukraina.
Sementara, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, pada konferensi pers Senin (12/5) mengatakan bahwa Jenewa II tak akan ada artinya tanpa partisipasi perwakilan wilayah Tenggara Ukraina. “Untuk saat ini, belum ada rencana pertemuan baru tentang Ukraina, namun kami ingin melihat bahwa upaya-upaya terus dijalankan, tidak akan dihalangi oleh siapa pun, dan dengan cepat terwujud menghasilkan sesuatu. Sekali lagi, pertemuan dalam format empat pihak sangat tidak menjanjikan. Tidak ada yang dapat dicapai jika penentang rezim tidak terlibat dalam dialog langsung untuk menyelesaikan krisis ini. Hal ini juga diakui oleh rekan-rekan saya, termasuk Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier, yang menganjurkan bahwa prinsip-prinsip Jenewa dipindahkan ke jalur dialog langsung antarpihak Ukraina,” ujar Lavrov.
Beberapa ahli Rusia berasumsi Kremlin tidak akan segera mengakui hasil referendum. “Sebaliknya, Rusia akan menggunakan hasil pemungutan suara di Donbass sebagai pengungkit dalam negosiasi,” kata Wakil Presiden PIR Pusat Dmitry Polikanov kepada surat kabar Kommersant. “Ini bukan Krimea. Penerimaan hasil referendum ini akan menjadi canggung bagi Moskow karena tidak jelas apa yang harus dilakukan dengan hasil ini di masa depan.”
Analis politik Ukraina dan Presiden Pusat Analisis dan Perkiraan Sistem, Rostislav Ishchenko, meyakini bahwa tidak ada reaksi tertentu yang perlu diharapkan dari Kiev. “Kiev terus mengklaim bahwa wilayah tenggara mereka penuh tentara Rusia, teroris yang diimpor dari Rusia, dan sebagainya. Mereka akan terus berjuang dan terus menyalahkan Rusia. Tidak ada yang akan berubah dan hal-hal akan berjalan seperti sebelumnya, karena dalam situasi ini Kiev bukanlah pemain independen. Negara yang merupakan pemain independen di sini adalah Amerika Serikat. Sampai posisi AS berubah, posisi Kiev tidak akan berubah,” ujar Ishchenko.
Berdasarkan bahan yang dikumpulkan dari Gazeta.ru, Kommersant, ITAR-TASS, dan RIA Novosti.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda