Sekitar 15 ribu pasukan Ukraina bersiaga di perbatasan Ukraina-Rusia. Padahal, tentara Rusia sudah ditarik dari wilayah perbatasan tersebut. Foto: Pavel Palamarchuk/RIA Novosti
Menurut Antonov, hingga kini belum ada satu pun negara anggota NATO, termasuk Amerika Serikat, yang menggugat Rusia secara resmi atas tuduhan melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban internasional di bidang persenjataan. “Namun, pihak Barat bersikukuh kami harus melakukan ‘transparansi’ dan memberi mereka akses untuk melakukan inspeksi di wilayah Rusia,” terang Antonov.
Berdasarkan pembicaraan via telepon antara Menteri Pertahanan Rusia dan Amerika Serikat, pasukan Rusia telah mundur ke tempat dislokasi permanen saat latihan militer di sekitar perbatasan dengan Ukraina berakhir pada akhir April lalu.
Antonov menambahkan, dalam dua bulan terakhir Rusia telah memfasilitasi puluhan kegiatan inspeksi, termasuk patroli penerbangan di sekitar perbatasan Ukraina-Rusia. “Kami berusaha mematuhi perjanjian Treaty on Open Skies dan Konvensi Wina 2011,” ujar Antonov.
Pada Selasa (6/5) lalu, pengawas Treaty on Open Skies melakukan patroli penerbangan di sepanjang perbatasan Kharkov dan Lugansk, Ukraina. Pada Rabu (7/5), patroli tersebut terbang di sekitar perbatasan selatan Bryansk, Rusia dan wilayah perkotaan Gluzkhov-Sumy, Ukraina. Menurut Antonov, Rusia tidak menghalangi pemilihan rute pemeriksaan yang dilakukan. Dan terbukti, patroli tidak menemukan indikasi gerakan militer rahasia di wilayah-wilayah tersebut.
Namun, media massa menyebarkan ‘propaganda klise’ yang justru berkebalikan dengan hasil pengawasan. “Mereka menuduh Rusia telah melanggar kewajiban,” ujar Antonov.
Antonov menyayangkan dalam situasi tegang seperti ini Ukraina malah melakukan perekrutan tentara dan mengirimkan 15 ribu pasukan ke perbatasan Ukraina-Rusia. Menurut Antonov, hal tersebut malah berpotensi meningkatkan ketegangan di Ukraina.
Sementara itu, meski Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan penundaan referendum di wilayah Timur-Selatan Ukraina, para simpatisan federalisasi (pro-Rusia) tidak berniat mengubah rencana mereka. Dalam laporan RIA Novosti, Deputi Pemerintahan Daerah Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin menyatakan semua anggota perwakilan daerah Lugansk dan Donetsk menolak penundaan referendum. Pushilin menambahkan, operasi militer yang dilakukan pemerintah sementara Kiev di Timur Ukraina dan tragedi Odessa malah memperkuat keinginan masyarakat melakukan referendum kemerdekaan Donbass (sebutan untuk daerah Donetsk dan Lugansk).
“Kami menghargai usaha Vladimir Putin untuk memberi solusi terhadap situasi yang terjadi, tetapi kami hanya juru bicara masyarakat, kami menyampaikan apa yang diinginkan rakyat,” ujar Pushilin seperti dikutip RIA Novosti.
Di dalam referendum tersebut, masyarakat akan diberi pilihan mendukung kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk atau tetap bersatu dengan Ukraina.
Sementara, Sekretaris Badan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Andrey Parubiy menyatakan operasi militer di Timur-Selatan Ukraina akan terus berjalan tanpa menghiraukan hasil referendum.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda