Putaran pertama pembicaraan diperkirakan akan berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Sumber: Reuters
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengutip beberapa angka yang mengerikan. Selama tiga tahun sejak konflik di Suriah dimulai, bentrokan ini telah merenggut nyawa 100 ribu orang. 6,5 juta jiwa lainnya telah kehilangan tempat tinggal; 2,3 juta – setengah dari mereka anak-anak – telah terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga. Lebih dari 9,3 juta sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Tidak heran, Ban Ki -moon kemudian menyampaikan ucapan terima kasih kepada perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah yang akhirnya bersedia duduk untuk bernegosiasi. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada delegasi-delegasi dari Suriah atas kedatangan mereka ke sini,” katanya. “Kehadiran Anda memberi harapan bagi penyelesaian konflik.”
Penggagas konferensi yang telah lama dinantikan ini, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, kemudian menyampaikan pidato yang masing-masing sepanjang tujuh menit.
“Jelas bahwa pembicaraan antar-Suriah ini tidak akan mudah maupun cepat,” kata Lavrov. “Ada banyak pihak yang mengatakan bahwa mereka mendukung Jenewa II, namun sebenarnya tidak ingin konferensi ini sukses.
Namun demikian, konferensi ini menawarkan kesempatan yang realistis, meskipun tidak 100 persen, untuk mencapai perdamaian di Suriah. Jika para peserta berhasil memanfaatkan kesempatan ini, maka selain hal ini akan membawa pertolongan bagi teman-teman kita rakyat Suriah, juga membantu untuk menormalkan situasi di wilayah tersebut dan situasi internasional pada umumnya. Ini akan memperkuat prinsip-prinsip kemitraan yang jujur dan setara dalam hubungan internasional.”
Banyak wakil dari 40 negara peserta mengakui peran penting Rusia dalam mengorganisir konferensi Jenewa II. Menurut pendapat mereka, sebagian besar pujian atas kehadiran pihak-pihak Suriah patut ditujukan kepada diplomasi Rusia.
“Sejak pecahnya krisis di Suriah, Rusia telah secara konsisten menganjurkan premis bahwa krisis ini tidak dapat diselesaikan melalui penggunaan kekerasan, dan bahwa satu-satunya solusi adalah pemerintah Suriah dan oposisi untuk menemukan semacam kesepakatan bersama,” kata Lavrov. Itulah pendekatan yang membentuk dasar dari komunike Jenewa dari tanggal 30 Juni 2012.
Komunike itu disetujui dengan suara bulat (meskipun terlambat) oleh Dewan Keamanan PBB dalam Resolusi 2119 sebagai kerangka hukum internasional untuk mencapai perdamaian di Suriah. Sebagai bagian dari upayanya sebagai mediator, pejabat Rusia telah beberapa kali bertemu delegasi dari pemerintah Suriah dan dari oposisi Suriah, baik internal maupun eksternal.
Berbicara di Paris hanya seminggu yang lalu, Lavrov berusaha meyakinkan Ahmad al-Jarba, kepala Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi, tentang pentingnya untuk menghadiri Jenewa II. Pada akhirnya, al-Jarba tiba di Montreux.
Dalam sambutannya pada konferensi, ia menuntut delegasi pemerintah Suriah menegaskan komitmennya untuk mendirikan pemerintahan transisi. “Saya mendesak delegasi Suriah segera menandatangani komunike Jenewa untuk memastikan pengalihan seluruh kekuasaan – termasuk eksekutif dan militer – dari Presiden Assad,” kata al-Jarba. Menurutnya, ini harus menjadi langkah pertama untuk membangun “Suriah baru”.
Kepala delegasi pemerintah Suriah, Menteri Luar Negeri Walid Muallem, meminta pemimpin oposisi eksternal Suriah – serta Menteri Luar Negeri AS John Kerry – untuk mengingat bahwa tidak ada yang memiliki hak untuk menyatakan apakah pemerintah Suriah sah atau tidak, kecuali rakyat Suriah. “Tugas kita di sini adalah untuk menyampaikan kehendak rakyat, bukan untuk memutuskan nasib mereka,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa apa pun hasil yang dicapai pada konferensi Jenewa II akan diajukan ke referendum nasional di Suriah. “Dengan begitu rakyat Suriah akan dapat memutuskan, dan mereka akan menentukan masa depan mereka sendiri,” kata Muallem.
Ratusan orang Suriah dari seluruh Eropa datang ke Montreux dalam rangka mendukung Muallem. Di pagi hari mereka berkumpul di luar pusat konferensi pers sambil memegang bendera nasional Suriah dan potret Bashar Assad.
Polisi tidak mencoba untuk membubarkan mereka. Namun demikian, saling melontarkan komentar sengit di antara kedua faksi Suriah terus berlangsung sepanjang hari, baik di ruang konferensi maupun di luar.
Menyimpulkan hasil hari pertama, Sergey Lavrov mengatakan kepada wartawan Rusia bahwa “konferensi ini berlangsung seperti yang diperkirakan”. “Tidak ada yang benar-benar berharap bahwa perjanjian apa pun akan dicapai pada tahap awal,” lanjutnya.
”Bisa ditebak, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik telah saling membuat tuduhan emosional. Tapi yang utama adalah baik kedua delegasi Suriah maupun semua peserta lainnya telah menegaskan perlunya penyelesaian politik yang murni, dan menyatakan keyakinan teguh mereka bahwa pembicaraan antar-Suriah harus dimulai sesegera mungkin.”
Pada tanggal 24 Januari kedua delegasi dari Suriah akan berkumpul di Palace of Nations di Jenewa untuk menghasilkan program pelaksanaan kesepakatan yang dicapai pada konferensi Jenewa I, termasuk klausul yang menyerukan pembentukan pemerintahan transisi. Putaran pertama pembicaraan diperkirakan akan berlangsung selama 7-10 hari. Setelah itu para pihak dapat berhenti untuk istirahat.
Lakhdar Brahimi, utusan khusus PBB dan Liga Arab yang merupakan negosiator yang sangat berpengalaman, akan bertindak sebagai mediator. “Para diplomat yang mewakili dua negara yang memprakarsai konferensi, Rusia dan Amerika Serikat, juga akan bekerja berkoordinasi dengan Brahimi,” seorang sumber di delegasi Rusia mengatakan kepada RBTH. “Mereka akan memberikan bpalacaantuan apa pun yang sanggup mereka berikan untuk negosiator Suriah.”
Sisa peserta Jenewa II sudah pulang dan mereka akan secara saksama mengikuti perkembangan pembicaraan di Jenewa dari negara mereka sendiri. Ban Ki-moon, John Kerry, dan Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, mengatakan mereka akan menuju Davos, di mana Forum Ekonomi Dunia ke-44 dibuka pada hari Rabu lalu. Menurut laporan yang diperoleh RBTH, delegasi Rusia dan AS di Davos akan membahas paket dokumen mengesankan yang bertujuan untuk membawa kerjasama ekonomi antara kedua negara ke tingkat yang baru.
Doktrin eksepsionalisme Amerika yang berbahaya
Diplomasi 2013: Rusia memegang teguh kesetaraan
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda