Panglima TNI Dukung Barter Sukhoi Rusia dengan Komoditas Indonesia

Rusia dan Indonesia telah mencapai tahap final untuk melakukan barter pesawat Sukhoi Su-35 dengan karet Indonesia.

Rusia dan Indonesia telah mencapai tahap final untuk melakukan barter pesawat Sukhoi Su-35 dengan karet Indonesia.

Sukhoi.org
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mendukung langkah pemerintah untuk memuluskan kedatangan Sukhoi Su-35 dengan sistem barter.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mendukung langkah pemerintah memanfaatkan komoditas Indonesia sebagai alat pembayaran untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa sebelas unit pesawat Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

“Barter sangat bagus. TNI hanya mengajukan spesifikasi saja. Minta Sukhoi Su-35 lengkap dengan persenjataannya,” kata Gatot di kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Jumat (11/8), seperti yang diberitakan VIVA.co.id.

Namun, Gatot mengaku tidak mengetahui bagaimana sistem barter itu akan dilakukan, dan berapa jumlah komoditas yang disiapkan pemerintah untuk dibarter dengan 11 unit Su-35 itu. “Tanya menteri perdagangan. Saya hanya tahu jenis pesawatnya. Yang memproses (barter) menhan dan mendag,” ujarnya.

Gatot mengatakan bahwa Su-35 dipilih karena pesawat itu merupakan salah satu pesawat terbaik di dunia dan sesuai dengan kebutuhan alutsista Indonesia. Apalagi, Su-35 sudah berkali kali dilibatkan dalam operasi militer, sehingga TNI tidak ragu lagi untuk memilikinya.

“Kita harus membeli alat utama, sistem senjata yang terbaik dan pernah diuji coba di medan perang. Jadi, kita tidak ragu-ragu. Jangan kita membeli hal-hal yang belum pernah di uji coba dan kita yang menguji cobanya,” tegasnya.

Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita sebelumnya mengatakan bahwa Rusia dan Indonesia telah mencapai tahap final untuk melakukan barter pesawat canggih itu dengan karet Indonesia. Selain karet, Rusia juga meminta produk lain untuk dibarterkan. Menanggapi permintaan itu, Indonesia siap menawarkan kelapa sawitnya untuk memuluskan bisnis.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki