Sempat Viral, Ayah ‘Bocah Suriah’: Anak Saya Dimanfaatkan untuk Propaganda

Ayah Omran, Mohammad Kheir Daqneesh, menjelaskan kepada media Rusia atas apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya bulan Oktober lalu di Aleppo.

Ayah Omran, Mohammad Kheir Daqneesh, menjelaskan kepada media Rusia atas apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya bulan Oktober lalu di Aleppo.

Ruptly / YouTube
Ayah Omran Daqneesh, bocah Suriah yang ditemukan dalam kondisi berlumuran darah dan penuh debu dari reruntuhan bangunan di Aleppo tahun lalu, Mohammad Kheir Daqneesh, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya bulan Oktober lalu di Aleppo.

Rekaman upaya penyelamatan Omran Daqneesh, bocah Suriah yang ditemukan dalam kondisi berlumuran darah dan penuh debu dari reruntuhan bangunan di Aleppo tahun lalu, yang menggemparkan dunia dan memicu kemarahan masyarakat global, sengaja dibuat “untuk tujuan propaganda,” kata ayah Omran, Mohammad Kheir Daqneesh, kepada Ruptly. Menurutnya, saat itu anaknya telah dieksploitasi tanpa sepengetahuan dirinya.

Pada Agustus 2016, Kelompok Pertahanan Sipil Suriah, atau yang lebih dikenal dengan nama White Helmets, berhasil menyelamatkan Omran dari reruntuhan bangunan setelah peristiwa pengeboman di distrik Qaterji, Aleppo, yang dikuasai kelompok pemberontak. Kelompok ini pulalah yang kemudian merilis rekaman yang mengekspos kondisi Omran kala itu — ia hanya duduk bergeming di kursi ambulans.

Dalam hitungan menit, foto dan video Omran tersebar ke seluruh dunia, khususnya melalui media sosial. Rekaman yang disebarluaskan itu benar-benar mengejutkan dan memicu reaksi orang-orang di seluruh dunia.

Departemen Luar Negeri AS semasa pemerintahan Obama bahkan menyebut Omran sebagai “wajah” perang Suriah yang sebenarnya dan “rezim Damaskus yang brutal.”

Hampir setahun kemudian, kantor berita video RT, Ruptly, berhasil menemui Omran dan keluarganya di Aleppo yang kini telah kembali dalam perlindungan pemerintah.

Apa yang Sebenarnya Terjadi?

“Namaku Omran Daqneesh, usiaku empat tahun,” kata anak laki-laki itu tersenyum. Ayahnya, Mohammad Kheir Daqneesh, mengatakan kepada Ruptly bahwa keluarganya telah “mengalami banyak kesulitan akibat ulah pemberontak dan propaganda yang mereka buat.”

Ayah Omran, Mohammad Kheir Daqneesh, menjelaskan kepada media Rusia atas apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya bulan Oktober lalu di Aleppo. Sumber: Ruptly TV / YouTube

Alhamdulillah, sekarang keadaan kami membaik. Tentara Suriah berhasil meruntuhkan pertahanan teroris dan membebaskan banyak wilayah yang sebelumnya sempat terisolasi. Kami (rakyat Suriah) pun telah kembali ke rumah-rumah kami. Situasinya sekarang menjadi lebih baik,” katanya.

Mohammad mengingat hari ketika keluarganya terkena serangan bom. “Kami tengah duduk di rumah kami seperti ini. Omran dan saya sedang menghabiskan waktu bersenang-senang dengan ponsel kami. Lalu serangan itu terjadi.”

“Dari mana bom itu berasal? Siapa yang meledakkannya? Saya tidak tahu. Saya meminta awak pers yang ada di sana saat itu, dan juga para militan, untuk memeriksa sisa-sisa reruntuhan — apakah ada sisa-sisa rudal atau sejenisnya, supaya saya bisa memberikan keterangan berdasarkan apa yang saya ketahui. Namun, mereka menolak untuk memeriksa apa pun,” kata Mohammad.

“Omran berlari masuk (ke kamarnya) karena suara ledakan bom, dan saya tidak dapat melihat apa pun, tidak ada cahaya sampai saya mendengar suaranya. Saya berhasil menemukannya (Omran) dan menggendongnya, sementara darah saya bercucuran ke mukanya. Saya letakkan dia dalam sebuah kamar yang aman sampai saya bisa mengumpulkan seluruh keluarga saya. Saya mengangkat dan melempar puing-puing berat sampai saya mendengar suara anak sulung saya. Saya terus mencari keluarga saya yang lain."

Mohammad mengatakan bahwa saat dirinya sibuk menyelamatkan keluarganya, para “relawan White Helmest justru memanfaatkan kesempatan itu dan memfilmkan keluarganya saat mereka berusaha menyelamatkan diri keluar dari rumah.” Sumber: RT / YouTube

Mohammad kemudian kehilangan jejak anak laki-lakinya itu ketika ia berusaha mencari anggota keluarganya yang lain. Ketika akhirnya ia menemukan Omran, dia melihat para “relawan yang dekat dengan pemberontak” (White Helmets) sedang memfilmkan anaknya.

Mohammad mengatakan bahwa saat dirinya sibuk menyelamatkan keluarganya, para “relawan White Helmest justru memanfaatkan kesempatan itu dan memfilmkan keluarganya saat mereka berusaha menyelamatkan diri keluar dari rumah.”

“White Helmets mulai merekam, sementara saya masih berada di dalam rumah. Saya keluar dan bertanya, ‘Di mana anak-anak?’ Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka berada di rumah sakit. Mereka kemudian membawa saya dengan ambulans. Kepala Omran memang dibalut, tapi mereka membawanya ke rumah sakit hanya untuk memfilmkan anak itu,” ujar Mohammad.

“Mereka membawa Omran untuk memberikannya pertolongan pertama, tapi sebelum itu, mereka mendudukkannya (di dalam ambulans) dan memotretnya. Kenapa mereka sangat bersemangat mengambil fotonya? Karena foto ini hendak mereka gunakan untuk mengeksploitasinya, sehingga seolah-olah dialah yang menjadi sasaran, cederanya sangat parah,” kata Mohammad, mengutuk kelompok White Helmets yang telah mengeksploitasi anaknya untuk tujuan propaganda.

Tak Sebaik yang Dikira

Selama ini, media-media mainstream Barat kerap memuji White Helmets sebagai pahlawan kemanusiaan. Aktivitas mereka bahkan dibuat ke dalam sebuah dokumenter yang berhasil memenangkan penghargaan Academy Award. Namun, apa yang sebenarnya mereka lakukan di lapangan jauh lebih mengerikan.

Banyak saksi mata yang menuduh mereka telah bekerja sama dengan kelompok teroris, memfilmkan pekerjaan penyelamatan mereka, terlibat dalam penjarahan, dan tindak kejahatan lainnya. Tak hanya itu, ada banyak anggota kelompok tersebut yang beberapa kali tertangkap kamera melakukan tindakan yang meragukan, termasuk membantu eksekusi narapidana.

“Soal White Helmets, sebagian besar dari mereka bekerja dengan media. Mereka menggunakan peralatan profesional (untuk mengambil dan mengolah gambar),” katanya. “Foto-foto yang menggugah emosi, sangat mahal. Beberapa dari mereka (antara media dan White Helmets) bekerja sama demi keuntungan ini. ”

“Demi Tuhan, jika saya tahu bahwa saya direkam untuk keperluan media, saya pasti sudah memarahi organisasi itu. Saya bahkan belum pernah melihat mereka sebelumnya. Saya sama sekali tidak pernah mendapatkan apa yang disebut sebagai ‘bantuan’ dan saya sama sekali tidak pernah berurusan dengan orang-orang seperti itu sebelumnya."

Akibat serangan tersebut, Omran menderita luka ringan. Sementara kakaknya, Ali, meninggal di rumah sakit. Ketika ditanya mengapa dia tidak meninggalkan Aleppo timur, ayah Omran berkata, “Saya bisa saja mengambil risiko itu, tapi saya tidak dapat membahayakan keluarga saya. Itulah mengapa kami harus menunggu sampai ada kesempatan untuk pergi.”

Mohammad Daqneesh mengatakan bahwa yang ia inginkan, baik pada tahun lalu maupun hari ini, adalah ketenangan bagi dirinya dan keluarganya.

“Saya tidak meminta apa-apa demi Omran. Saya tidak mau media, tidak mau ketenaran — tidak mau apa pun. Mereka memfoto dan merekamnya tanpa seizin saya. Saya membawanya kembali ke sini supaya tidak ada yang bisa memanfaatkannya. Saya mencukur rambutnya. Saya bahkan mengganti namanya. Saya melarangnya keluar ke jalan raya,” katanya, seraya menjelaskan bahwa selain dieksploitasi media, dia pun kerap mendapat ancaman.

Saya tidak berkomplot melawan (pemerintah) negara ini. Saya tidak menerima sepeser pun untuk melawan negara saya. Saya hanyalah manusia biasa, seorang warga negara yang sama warasnya dengan warga negara lain. Anak ini pun sama berharganya dengan anak mana pun.”

Moskow Menggugat

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Rusia telah mengirimkan surat resmi kepada saluran televisi CNN dan mendesak perusahaan media tersebut untuk mengklarifikasi kepada khalayaknya atas “manipulasi opini publik secara massal” dengan menggunakan foto Omran Daqneesh, yang disebut-sebut media Barat sebagai simbol penderitaan masyarakat Aleppo, kata Juru Bicara Maria Zakharova, Kamis (29/6).

Dalam sebuah konferensi pers, Juru Bicara Maria Zakharova mendesak CNN untuk mengklarifikasi kepada khalayaknya terkait “manipulasi opini publik” dengan menggunakan foto anak laki-laki Suriah bernama Omran Daqneesh. Sumber: Ruptly TV / YouTube

Zakharova menekankan bahwa baik CNN maupun sang pembawa acara harus menjelaskan situasi ini kepada khalayak mereka dengan cara apa pun yang mereka anggap layak. Sang jubir kemenlu pun meminta CNN dan Amanpour untuk membuat program dialog langsung guna menebus “pembodohan massal yang mencolok tersebut”.

Pada Oktober 2016 lalu, pembawa berita CNN Christiane Amanpour menunjukkan foto Daqneesh kepada Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov seraya mengatakan bahwa dokumentasi itu menggambarkan “kejahatan terhadap kemanusiaan."


Tuduhan-tuduhan Barat seputar peristiwa di Suriah yang populer

Terkait kebohongan di balik rekaman viral ‘warga Aleppo yang putus asa’

Tuduhan atas “dugaan” serangan terhadap sebuah sekolah

"Dugaan” serangan terhadap rumah sakit di Aleppo

Dan rumah sakit di Idlib

Terkait “dugaan” serangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki