Perdana Menteri Rusia Vladimir Medvedev menyebutkan bahwa ISIS adalah pihak yang diuntungkan dari serangan rudal yang dilancarkan AS terhadap Suriah.
ReutersISIS adalah pihak yang diuntungkan dari serangan rudal yang ditembakkan AS ke Suriah, kata Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Medvedev menyebutkan, serangan rudal tersebut melanggar hukum internasional karena dilakukan tanpa izin PBB dan dinilai sebagai tindakan agresi militer .
“Kami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, yang saya tahu pasti adalah siapa yang diuntungkan dari tindakan agresi ini — ISIS. Serangan itu memberi mereka kesempatan untuk melakukan apa pun yang mereka mau,” tutur Medvedev.
“Kami melihat bahwa langkah pertama yang diambil oleh pemerintah AS yang baru terhadap konflik Suriah adalah menyerang pasukan pemerintah. Dengan begitu, AS jelas tidak berperang melawan teroris, melainkan melawan kepemimpinan Suriah. Terlepas dari suka atau tidaknya Amerika dengan pemerintahan Suriah, mereka tetap kekuatan politik yang sah,” tutur Medvedev menjelaskan.
Medvedev mengkhawatirkan bahwa eskalasi lebih lanjut dapat menyebabkan kehancuran Suriah dan kemenangan bagi para teroris.
“Skenario semacam itu bertentangan dengan rencana kami, dan Rusia akan berusaha keras demi mencegah hal itu," kata Medvedev sebagaimana yang dilansirSputnik.
Sang perdana menteri kemudian menggambarkan bahwa insiden senjata kimia di Provinsi Idlib, Suriah, sebagai provokasi yang ‘terencana dengan baik’ dan dapat menguntungkan Washington.
“Seluruh peristiwa yang belakangan ini terjadi di Suriah, termasuk serangan militer oleh AS, sama sekali tidak membantu penyelesaian konflik. Apa yang terjadi di Idlib adalah provokasi besar dan terencana yang mungkin saja menguntungkan pemerintah AS,” kata Medvedev.
Pada 7 April lalu, Amerika Serikat menembakkan 59 rudal jelajah Tomahawk ke lapangan udara militer Suriah di Ash Sha'irat. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons terhadap dugaan penggunaan senjata kimia di Idlib pada tanggal 4 April, yang menewaskan lebih dari 80 orang. Washington menuduh Damaskus sebagai pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Menanggapi hal itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengutarakan bahwa tuduhan tak berdasar yang dilayangkan kepada pemerintah Suriah tidak dapat diterima sebelum dilakukan penyelidikan atas dugaan serangan kimia.
Moskow meyakini adanya upaya provokasi yang serupa dengan insiden serangan kimia yang terjadi awal bulan ini, demikian hal tersebut dipaparkan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
“Belakangan ini, kami merasakan adanya upaya untuk mengatur tindakan provokatif sebagaimana yang terjadi pada 4 April lalu di Provinsi Idlib dengan serangan kimia,“ kata Lavrov, seperti yang dikutip oleh Sputnik.
Lavrov menyebutkan bahwa serangan rudal AS ke lapangan udara militer Rusia melanggar hukum internasional dan “dinilai sebagai penolakan terhadap negosiasi dan upaya untuk menggulingkan rezim pemerintah yang sah”.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda