Menlu Rusia: Serangan AS ke Suriah Mengingatkan pada Invasi Militer di Irak

Menlu Rusia Sergei Lavrov.

Menlu Rusia Sergei Lavrov.

Flickr / MFA Russia
Serangan AS ke Suriah mengingatkan pada situasi serupa yang terjadi 14 tahun silam di Irak.

Serangan rudal AS terhadap pangkalan udara Suriah mengingatkan invasi militer di Irak 14 tahun silam, ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Jumat (7/4).

“Serangan ini mengingatkan pada situasi di tahun 2003, ketika AS, Inggris, dan beberapa sekutunya menginvasi Irak tanpa izin Dewan Keamanan PBB, dan melanggar hukum internasional,” ujarnya, seperti yang dikutip Sputnik.

Menlu Rusia menegaskan bahwa serangan yang menewaskan tujuh orang itu — berdasarkan informasi yang dilaporkan gubernur Homs — adalah “tindakan agresi yang dilakukan atas alasan yang mengada-ada”

Amerika Serikat bahkan tak peduli untuk memberikan bukti konkret atas serangan senjata kimia yang terjadi pada minggu ini di Idlib, Suriah, sebelum meluncurkan rudal ke lapangan udara militer Suriah, kata Menlu Lavrov.

“Mereka bahkan tak peduli pada pengumpulan bukti. Mereka hanya mengacu pada foto-foto yang tersebar luas, dan lagi-lagi berspekulasi pada foto anak-anak, dan tentu saja dari keterangan berbagai LSM, untuk memprovokasi tindakan terhadap pemerintah Suriah,” kata Lavrov.

Karena itu, Lavrov menekankan bahwa Rusia akan menyingkap kebenaran di balik keputusan AS untuk menyerang lapangan udara militer Suriah.

“Saya tidak tahu kapan kita akhirnya akan mengetahui seluruh fakta di balik keputusan AS menyerang Suriah, tapi saya pikir kita harus mengungkap kebenaran itu, dan kami akan terus mencarinya,” katanya melanjutkan.

Serangan rudal mematikan AS pada Kamis (6/4) malam merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari kelompok teroris Jabhat al-Nusra, kata Lavrov meyakini. “Serangan diadakan tanpa menunggu inspeksi dan investigasi terlebih dahulu. Sepertinya mereka ingin mengalihkan perhatian dari Jabhat al-Nusra.”

Beberapa negara masih menganggap kelompok teroris tersebut sebagai kekuatan cadangan yang dapat digunakan untuk mengganggu proses negosiasi dan menggulingkan rezim yang sedang berkuasa.

Lebih lanjut, Lavrov mengatakan bahwa Rusia berharap serangan misil itu tidak akan berdampak pada situasi yang sulit diubah.

“Tindakan AS semakin merusak hubungan Rusia-AS yang memang sudah terlanjur rumit, tapi saya harap provokasi ini tidak berujung pada situasi yang sulit diubah,” katanya.

Pada Kamis (6/4) malam, AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk ke lapangan udara militer Suriah di Ash Sha'irat, dekat Homs. Presiden AS Donald Trump mengatakan serangan itu merupakan respons atas dugaan penggunaan senjata kimia di Idlib pada Selasa (4/4), yang dituduhkan Washington kepada Damaskus.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki