Setelah 15 Tahun di Timteng, AS Susun Strategi untuk Atasi ‘Ancaman’ Rusia

Seorang polisi militer AS berdiri di depan jet tempur AU AS F-22 Raptor.

Seorang polisi militer AS berdiri di depan jet tempur AU AS F-22 Raptor.

AP
Strategi itu direncanakan untuk mengatasi ancaman yang dikenal sebagai “4+1”.

Setelah 15 tahun terlibat dalam konflik bersenjata di Timur Tengah, militer AS kini sedang merencanakan strategi baru yang berfokus pada “ancaman asing”, termasuk dari Rusia dan Tiongkok, kata seorang pejabat senior di Departemen Pertahanan AS.

“Kami sudah memusatkan perhatian ke Timur Tengah selama 15 tahun dan sekarang kami sedang mengembangkan strategi militer untuk mengatasi ancaman dari Rusia, Tiongkok, dan organisasi ekstremis,” ujarnya kepada Sputnik, Selasa (28/3).

Sang narasumber mengatakan bahwa garis haluan militer AS yang tengah dikembangkan itu mencakup strategi untuk mengatasi ancaman yang dikenal sebagai “4+1”. Selain Rusia, Tiongkok, dan organisasi ekstremis, AS turut mengidentifikasi Korea Utara dan Iran sebagai ancaman.

Namun demikian, sang pejabat mengatakan bahwa “Korut dan Iran bukanlah ancaman nyata bagi AS, sedangkan Rusia dan Tiongkok dianggap sebagai dua negara yang memberikan ancaman sesungguhnya terhadap AS”. Ia pun menambahkan bahwa para pemimpin di sektor pertahanan AS juga memperhatikan ancaman dari pihak-pihak lain.

“Sebagai contoh, kami berpikir tentang respons apa yang harus kami berikan dalam menanggapi krisis di daerah-daerah operasi Pasifik dan Eropa, serta bencana kemanusiaan di negara kami,” ujarnya.

Strategi militer yang dikembangkan oleh Departemen Pertahanan itu mendukung strategi keamanan nasional Presiden AS Donald Trump. Presiden AS harus mengeluarkan strategi keamanan nasionalnya per 20 Juni mendatang.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki