AS Merasa Melawan ISIS Sendirian, Rusia ‘Tidak Melakukan Apa-Apa’ di Suriah

Menteri Pertahanan AS Ashton Carter dalam sebuh konferensi pers.

Menteri Pertahanan AS Ashton Carter dalam sebuh konferensi pers.

EPA / Vostock-photo
Menhan AS mengkritik keterlibatan Rusia di Suriah yang dianggap mempersulit penyelesaian konflik karena Moskow tak mendukung Washington menggulingkan presiden Suriah dan mengantar kelompok oposisi moderat menguasai pemerintahan Suriah.

Menteri Pertahanan AS Ashton Carter menyebut Rusia 'tidak melakukan apa-apa' dalam perang melawan ISIS di Suriah, sehingga AS dan koalisinya harus menanggung beban perang di Suriah sendirian, demikian dikabarkan RT, Senin (9/1).

"Mereka belum melakukan apa-apa," kata Carter dalam acara Meet the Press NBC. "Padahal mereka mengaku hendak melawan ISIS dan ingin membantu mengakhiri perang sipil di Suriah."

Menurut Carter, Rusia belum memenuhi janji tersebut dan upaya Rusia di Suriah tak menghasilkan apa-apa. Akibatnya, AS harus melawan ISIS sendirian.

Dalam wawancara tersebut, Carter memuji upaya pasukan AS dalam membebaskan kota Mosul di Irak yang telah berlangsung sejak pertengahan Oktober lalu. Menurut Carter, kampanye AS di Irak berjalan sesuai rencana, meski pada kenyataannya berbeda dengan proyeksi awal dan laporan media yang memperkirakan Mosul (kota kedua terbesar di Irak) akan bebas dari teroris pada November lalu.

Carter juga mengkritik keterlibatan Rusia di Suriah yang dianggap mempersulit penyelesaian konflik karena Moskow tak mendukung Washington menggulingkan presiden Suriah dan mengantar kelompok oposisi moderat menguasai pemerintahan Suriah.

Menanggapi pernyataan Carter, Moskow membantah pernah membuat janji seperti yang disebutkan. Pihak Rusia telah berulang kali menegaskan bahwa masyarakat Suriah berhak memutuskan masa depan negara mereka sendiri tanpa intervensi atau masukan dari pihak luar. Keterlibatan Rusia di Suriah hanya fokus mempertahankan kedaulatan Suriah, menjadi mediator dalam proses rekonsiliasi, serta menyingkirkan ISIS dan kelompok teroris lain.

Dalam sejumlah kesempatan, Rusia mengajak AS berkoordinasi untuk menyerang ISIS, tapi AS menolak ajakan tersebut. Situasi juga semakin rumit karena Washington belum berhasil memisahkan kelompok oposisi moderat dari kelompok teroris.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia menuding Washington menghancurkan infrastruktur ekonomi Suriah, tapi tak menyerang kilang minyak yang dikuasai ISIS. AS juga dianggap bersalah karena membunuh puluhan tentara pemerintah Suriah, padahal pihak AS berjanji untuk menghindari jatuhnya korban semacam itu ketika mereka memasuki Suriah secara ilegal. Kesepakatan gencatan senjata yang disepakati Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Neger AS John Kerry juga gagal karena AS berkali-kali tak memenuhi kewajiban mereka.

Pihak Rusia yakin intervensi mereka berhasil membantu Suriah untuk membebaskan sejumlah kota yang selama bertahun-tahun dikuasai ISIS, seperti Palmyra (Tadmur) dan Aleppo. Selain itu, Moskow juga terus mendorong terciptanya dialog damai antara pemerintah Suriah dengan kelompok oposisi yang dimediasi Rusia, Iran, dan Turki, serta didukung oleh resolusi Dewan Keamanan PBB pada akhir Desember lalu.


Benarkah AS “sendirian” melawan ISIS?

Jenderal AS sendiri yang menolak bekerja sama dengan Rusia

Rusia selalu mengajak AS bekerja sama

Namun, selalu ditolak

AS bahkan kerap melancarkan serangan tanpa koordinasi

Dubes Rusia menyebutkan, sikap AS seperti mendukung teroris

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki