"Semua orang Amerika harus khawatir dengan tindakan Rusia," kata Presiden Obama menekankan, dan sekali lagi menyalahkan Moskow sebagai otak di balik serangan siber.
Tiga puluh lima diplomat Rusia telah diusir dari AS, terang Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan, seperti yang dikutipRT.
Presiden Obama menyebut pengusiran itu sebagai "operasi intelijen". Obama juga mengumumkan penutupan dua kompleks diplomatik Rusia di New York dan Maryland.
Para diplomat Rusia akan diberikan waktu 72 jam untuk meninggalkan AS. Mereka diusir karena telah menunjukkan "perilaku yang tak sesuai dengan status diplomatik mereka," bunyi pernyataan itu.
Statement by @toner_mark on @StateDept actions in response to Russian harrassment: https://t.co/ZSdy0XlX88
— Department of State (@StateDept) December 29, 2016
Selain itu, akses staf Rusia ke kompleks New York dan Maryland juga akan ditolak per Jumat (30/12) siang.
Ini adalah bagian dari langkah-langkah yang dibutuhkan "dalam merespons pelecehan agresif pemerintah Rusia terhadap pejabat-pejabat AS dan operasi siber pada pemilu AS," kata Obama dalam pernyataannya, seraya menyebutkan langkah-langkah ini sebagai "respons yang diperlukan dan tepat atas upaya mengintervensi kepentingan AS yang melanggar norma-norma internasional. "
"Semua orang Amerika harus khawatir dengan tindakan Rusia," kata presiden menekankan, dan sekali lagi menyalahkan Moskow sebagai otak di balik serangan siber.
"Pencurian data dan pembocoran ini hanya bisa diarahkan oleh pejabat tinggi pemerintah Rusia," katanya.
"Selain itu, selama setahun terakhir, diplomat-diplomat kami telah mengalami pelecehan yang tak dapat diterima oleh polisi dan layanan keamanan Rusia di Moskow," tambah Obama.
Menurut pemimpin AS, sembilan entitas Rusia, termasuk GRU (Intelijen Militer Rusia) dan FSB (Dinas Keamanan Federal), telah dijatuhkan sanksi.
Empat personel GRU dan tiga perusahaan yang "memberikan dukungan material kepada operasi siber GRU ini" juga masuk dalam daftar hitam.
Namun demikian, Obama menyebutkan bahwa keputusan yang baru diumumkan ini bukanlah "respons final AS terhadap tindakan agresif Rusia."
Pada 9 Desember lalu, media AS melaporkan bahwa CIA menyimpulkan Rusia ikut campur dalam pemilu presiden AS November lalu, serta membantu kandidat dari partai Republik Donald Trump untuk memenangkan pemilu tersebut.
Pejabat senior Rusia telah berulang kali membantah klaim Washington terkait intervensi dalam pemilu, menganggap mereka konyol dan menyebutnya sebagai sebuah upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat AS dari menekan isu domestik.
Sementara, mantan staf CIA Philip Giraldi mematahkan klaim yang menyebut Rusia meretas akun milik Partai Demokrat atas perintah Donald Trump dan menyebut bahwa tuduhan tersebut tak memiliki bukti nyata.
Giraldi menjelaskan bahwa untuk benar-benar memahami apa yang sedang dituduhkan, kita hanya bisa mengandalkan laporan media dari “narasumber anonim”, karena baik CIA maupun Gedung Putih belum merilis laporan rahasia tersebut.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda