Duta Besar Rusia untuk Turki Andrey Karlov tewas ditembak oleh anggota polisi Turki di Ankara, (19/12).
Anadolu Agency / RIA NovostiSaat para pemimpin dan masyarakat dunia bereaksi keras atas peristiwa pembunuhan Duta Besar Rusia untuk Turki Andrey Karlov, penulis surat kabar New York Daily News (NYDN) Gersh Kuntzmann justru secara terbuka memuji peristiwa tersebut. Ia bahkan menyebutnya sebagai sebuah contoh ‘penegakan keadilan’, demikian dikabarkanSputnik, Rabu (21/12).
"Sebagai utusan Vladimir Putin di Turki, Karlov merupakan wajah publik dari kejahatan perang dan penindasan sang diktator di seluruh dunia," tulis Kuntzmann.
"Saya sendiri tidak menitikkan air mata untuk Andrey Karlov."
Kuntzmann membandingkan pembunuhan Karlov dengan pembunuhan Ernst vom Rath, seorang petugas kedutaan besar Nazi Jerman yang tewas ditembak pada 1938 oleh remaja Yahudi Herschel Grynszpan, serta menyamakan Vladimir Putin dengan diktator Adolf Hitler.
"Seperti Karlov, Rath adalah wajah publik dari kejahatan — dalam kasus ini, genosida Adolf Hitler, antisemitisme, dan agresi global yang terjadi. Sejarah telah membenarkan tindakan Grynszpan — dan, tentunya, membenarkan orang lain yang berjuang melawan agresi dan berjuang demi kebebasan."
Saat memberikan pidato sambutan di Pusat Seni Kontemporer Ankara, Senin (19/12), Mevlüt Mert Altıntaş, seorang petugas kepolisian Turki, menembak Karlov sebanyak sembilan kali pada bagian punggung. Karlov (62), ayah dari satu orang anak, saat itu sedang tidak memegang senjata dan tidak dikawal. Ia tewas tak lama setelah penembakan tersebut.
Motif pembunuhan Altintaş masih belum jelas. Namun, setelah penembakan ia berteriak, "Jangan lupakan Aleppo, jangan lupakan Suriah!"
Meski demikian, Kuntzmann tidak setuju. "Pekerjaan Karlov di Turki adalah untuk mempermudah tekanan atas kekejaman Rusia di Suriah dan serangan Rusia pada Turki sendiri — yang berarti tugasnya adalah untuk membantu Vladimir Putin. Dengan tugas itu, ia bukanlah seorang diplomat, tapi seorang tentara, dan kematiannya sama saja jika itu terjadi di medan perang di luar Aleppo atau di galeri seni di Ankara."
Di halaman Facebook NYDN, komentar Kuntzmann mendapat tanggapan penuh kemarahan.
"Bukankah seharusnya kita sedih melihat kenyataan ia adalah seorang manusia yang terbunuh di depan kamera? Untuk seluruh dunia dan keluarganya? Berita konyol. Belajarlah berempati daripada menjual propaganda melawan Rusia atas kematian tragis ini," tulis salah satu komentar.
"Oh Gersh, apakah Anda terbangun pada malam hari dan berusaha mencari cara untuk menjadi 'kontroversial' atau apakah Anda memang benar-benar bodoh? Terlepas dari 'wajah' siapa pun dia, dibunuh oleh teroris adalah hal yang buruk," demikian bunyi komentar lain.
Banyak pembaca yang mengingatkan sang penulis bahwa AS juga ikut serta dalam konflik Timur Tengah dan diplomat Amerika juga pernah terbunuh saat bertugas.
"Anda sungguh bercanda. AS telah melakukan kekejaman di mana-mana. Sungguh Kuntzmann, apa Anda menyadari mesin perang Amerika dan apa yang telah mereka lakukan kepada nyawa tak bersalah selama puluhan tahun?" kata Gord Jacquie Clance.
Gersh Kuntzmann yang bergabung dengan NYDN sejak 2012. Ia mulai dikenal sejak memublikasikan artikelnya pada Juli lalu mengenai senapan penyerang AR-15. Ia mengklaim bahwa meletuskan senjata memberinya PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) temporer. "Setidaknya selama satu jam setelah menembakan senapan beberapa kali, saya menjadi cemas dan mudah tersinggung."
Tampaknya, Kuntzmann masih belum sembuh dari traumanya — seperti disimpulkan oleh salah satu pembaca setelah membaca artikelnya, "Dan Kuntzmann mengalami PTSD lagi."
Respons internasional terhadap kematian Andrey Karlov merupakan kombinasi antara kemarahan dan dukungan untuk Rusia.
Selain pejabat Turki, tokoh seperti Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy, Presiden Perancis François Hollande, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, dan lainnya telah mengucapkan belasungkawa kepada Rusia.
Namun, ada pula beberapa yang merayakan kematian Karlov selain Kuntzmann, salah satunya politikus nasionalis Ukraina Volodymyr Parasiuk.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda