‘Dua Ibu’ di Balik #StandWithAleppo Adalah Ahli Propaganda Profesional

Becky Carroll dan Wendy Widom, "dua orang ibu biasa" yang memulai kampanye tersebut, bukanlah sekadar "orang-orang biasa".

Becky Carroll dan Wendy Widom, "dua orang ibu biasa" yang memulai kampanye tersebut, bukanlah sekadar "orang-orang biasa".

Twitter
Pada Oktober lalu, surat kabar Chicago Tribune menampilkan sebuah cerita yang meliput gerakan #StandWithAleppo, sebuah tagar popular di media sosial Twitter yang diciptakan "dua ibu asal Chicago" untuk mendokumentasikan situasi buruk yang menimpa anak-anak di Aleppo Timur. Namun menurut pengamatan beberapa pengguna media sosial, akhirnya terkuak bahwa salah satu dari "dua ibu" tersebut adalah seorang jurnalis, sedangkan "ibu" lainnya adalah seorang kepala komite aksi politik.

Menyusul pembebasan Aleppo Timur minggu lalu oleh Tentara Suriah, #StandWithAleppo menjadi tagar yang sangat popular di Twitter. Para pengguna Twitter dari seluruh dunia beserta media-media mainstream Barat mengecam pemerintah Suriah dan menuduh mereka melakukan kejahatan perang di kota tersebut. 

Di samping sejumlah cerita, foto, dan video yang ditunjukkan media-media alternatif bahwa penduduk Aleppo sebenarnya sangat lega karena telah dibebaskan, tagar tersebut menjadi sangat efektif dalam menyerukan narasi anti-Assad dan anti-Rusia yang diciptakan media mainstream dan pemerintah negara-negara Barat. 

Namun, ketika salah satu pengguna Twitter yang mengamati asal-usul di balik tersebarluasnya kampanye #StandWithAleppo, Becky Carroll dan Wendy Widom, "dua orang ibu biasa" yang memulai kampanye tersebut, bukanlah sekadar "orang-orang biasa". 

Chicago Tribune yang mewawancarai dua perempuan tersebut pada Oktober menyebut Carroll sebagai seorang konsultan urusan strategis yang mampu "memutuskan bahwa inilah saat yang tepat untuk melakukan sesuatu", untuk membantu rakyat yang menderita di Aleppo. 

Namun ternyata, ada kisah lain di luar itu. Menurut situs webnya, Carroll menjalankan C-Strategies LLC, sebuah firma konsultan yang berbasis di Chicago dengan pengalaman luas pada sektor publik. Faktanya, pada bagian 'tentang kami' di situsnya menunjukan bahwa Carroll pernah menjadi direktur nasional kampanye "Women for Obama" pada pilpres AS tahun 2008, dan kemudian bekerja sebagai CEO Chicago Forward, sebuah super-PAC (komite aksi politik) yang mengumpulkan jutaan dolar untuk kampanye pemlihan kembali Rahm Emanuel, walikota Chicago dan sekaligus mantan kepala Staf Gedung Putih pada masa pemerintahan Obama.

Sementara rekannya, Wendy Widom, adalah seorang editor media sosial untuk CBS Chicago, yang merupakan bagian dari jaringan siaran televisi yang liputan terakhirnya terkait situasi di Aleppo menyajikan keberpihakan yang berasal narasumber media mainstream

Dengan kata lain, investigasi mendasar dari kedua perempuan tersebut — berikut pekerjaannya — menunjukan bahwa 'ibu-ibu biasa' ini sebenarnya adalah politisi dan veteran media yang berkontribusi dalam memutar narasi terkait perang Suriah, termasuk situasi di Aleppo. 

Minggu lalu, tentara Suriah mengumumkan kemenangannya di Aleppo. Mereka berhasil mengusir para militan dari sebagian besar markas pertahanannya yang tersisa. Tidak lama setelah itu, media Barat dengan cepat mulai memutar berita menyedihkan yang menuduh militer Suriah dan Rusia telah melakukan kekejaman di wilayah yang dibebaskan tersebut — sebuah tuduhan tak berdasar yang dianggap sebagai propaganda baik oleh pejabat Suriah dan Rusia maupun para pengamat independen di lapangan.

Para jurnalis dan pengamat independen telah mulai melakukan investigasi terhadap beberapa akun media sosial ternama yang mendokumentasikan situasi di Aleppo, serta secara aktif mengampanyekan informasi yang salah yang digembar-gemborkan media Barat dan media negara-negara Teluk — termasuk penggunaan foto dari Jalur Gaza dan menunjukan 'bukti' dari organisasi, seperti White Helmets, yang telah didiskreditkan sebagai militan radikal yang menyebarkan propaganda saat tidak melawan pemerintah. 

Pada akhirnya, tidak ada keraguan bahwa pertempuran di Aleppo memang telah menyebabkan penderitaan pada warga sipil. Masalahnya, menurut para pengamat yang mencari gambaran yang cukup objektif, media-media mainstream dan pengikut media sosial mereka telah menerima sudut pandang propaganda sebagai realitas yang terjadi di lapangan. Fakta yang lebih parah adalah bahwa ada orang-orang yang dengan sadar membuat informasi bohong tersebut, bahkan saat mereka sendiri tahu bahwa itu tidak benar. 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki