Partai Demokrat di Amerika Serikat mengalami kekalahan telak dan kini mereka tampaknya khawatir.
ReutersPemerintahan Amerika Serikat di bawah presiden Barack Obama tengah mencoba ‘meracuni’ hubungan Washington dan Moskow sebelum tim Trump berkuasa, demikian disampaikan analis politik Rusia yang juga merupakan dosen di Institut Negeri Hubungan Internasional Moskow (MGIMO) Andranik Migranyan kepada Radio Sputnik. Upaya tersebut akan membuat kedua negara sulit memperbaiki hubungannya, tulis Sputnik, Selasa (6/12).
"Partai Demokrat di Amerika Serikat mengalami kekalahan telak dan kini mereka tampaknya khawatir," kata Migranyan menanggapi pernyataan pejabat pertahanan AS yang menyebut Rusia sebagai ancaman nomor satu bagi AS.
Baru-baru ini, Sekretaris Angkatan Udara AS Deborah Lee James menyampaikan kepada Reuters bahwa nuklir Rusia adalah salah satu ancaman bagi AS.
Menurut Migranyan, pernyataan tersebut tak berdasar dan dapat memicu ketegangan. "Komandan dengan jabatan militer tinggi biasanya lebih masuk akal saat melakukan penilaian, tapi ia malah lebih sering membuat pernyataan provokatif yang bisa memicu peperangan," kata Migarnyan.
Sang analis berharap tim Trump akan lebih realistis dalam memandang Rusia. Namun, pemerintahan baru kelak mungkin juga akan mendapat tekanan kuat dari kubu lain, sehingga Migranyan menilai kebijakan luar negeri Washington kemungkinan besar masih mengandung unsur anti-Rusia mereka sekalipun berada di bawah kekuasaan Trump.
Analis politik sekaligus Kepala Pusat Komunikasi Strategis Dmitry Abzalov menyebut bahwa kemungkinan Obama mencoba menggabungkan kebijakan luar negerinya lewat Kongres AS.
"Akan mengejutkan jika Obama tidak mencoba untuk memperkuat sistem politik yang dibentuk pada masanya. Ia mencoba meletakkan perangkap untuk Trump dalam kebijakan domestik dan luar negeri. Hal pertama adalah Uni Eropa dan sanksi anti-Rusia, kemudian yang kedua kesepakatan undang-undang anti-Rusia dalam Kongres AS. Sangat penting bagi Obama untuk meneruskan undang-undangnya melalui Kongres AS sehingga akan sulit bagi Trump untuk mengubah apa pun," terang Abzalov.
Sementara, pakar dari Universitas Keuangan Rusia Konstantin Simonov mengingatkan agar Rusia tidak mengharapkan perlakukan spesial dari pemerintahan AS mendatang.
"Jika ada yang berasumsi Washington akan berbalik arah terhadap Rusia di bawah pemerintahan Trump, itu sungguh sebuah kesalahan. Kita tak akan mendapat perlakuan spesial,"kata Simonov kepada surat kabar Vzglyad.
Sang analis menyebut hubungan yang rumit antara Donald Trump dengan para petinggi Partai Republik sebagai alasan utama.
"Situasi di dalam Kongres AS mencerminkan sebuah konflik antara Trump dan anggota Partai Republik yang berpengaruh. Partai Republik akan menggunakan Kongres AS untuk menyesuaikan kebijakan Trump dengan cara yang mereka miliki," terang Simonov.
Kemenangan Trump dianggap membawa angin segar bagi hubungan Rusia-AS. Dalam ucapan selamat yang dikirim melalui telegram, Presiden Rusia Vladimir Putin berharap akan ada dialog antara Moskow dan Washington, dengan memperhatikan posisi kedua negara, dapat memenuhi kepentingan AS dan Rusia. Meski demikian, ia sadar bahwa jalan untuk mewujudkan hal itu akan sulit.
Sementara, mantan Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan bahwa salah satu prioritas untuk presiden AS selanjutnya ialah ‘reset’ sesungguhnya dengan Rusia, seraya menyebutkan bahwa sentimen anti-Rusia di Amerika telah mencapai titik didih dan berada di level terburuk sejak Perang Dingin.
Duta Besar AS untuk Rusia John Tefft juga menyampaikan bahwa Rusia akan menjadi salah satu isu utama yang akan menjadi prioritas, bersama dengan konflik Suriah dan Ukraina, dan berharap pemerintahan AS di bawah Trump akan berhasil dalam bidang ini.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda