Foto propaganda militan ISIS bertopeng yang tengah menembakkan senjata mereka, di Raqqa, Suriah, 19 November 2015.
Zuma/TASSSekalipun tentara Suriah berhasil mendorong Front al-Nusra dan kelompok sejenisnya keluar dari Aleppo, kelompok teroris tidak akan sepenuhnya bisa dimusnahkan karena koalisi pimpinan AS "menolak bekerja sama" dengan Damaskus dan sekutunya. Demikian hal itu dikemukakan Kepala Lembaga Riset Hubungan Internasional di Teheran Majid Zavari kepada Sputnik.
Aleppo sangat penting bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik Suriah terutama karena lokasinya yang strategis, kata Zavari.
"Aleppo berfungsi sebagai penghubung antara wilayah utara, barat laut, dan timur laut Suriah. Di sisi lain, Aleppo juga berperan sebagai pusat Suriah. Selain itu, kedekatan kota itu dengan Turki telah lama menjamin statusnya sebagai pusat ekonomi negara. Hal ini belum berhasil dikuasai teroris yang mengalihkan sebagian besar anggaran dan SDM-nya untuk mengamankan kota Aleppo."
Damaskus perlu mengambil alih kembali Aleppo untuk menghentikan rute pasokan militan, membuat peluncuran serangan terhadap Idlib, dan menggunakan pembebasan kota sebagai pengaruh untuk memaksa AS dan Arab Saudi mengubah sikap mereka terhadap pemerintah Suriah. Washington dan sekutunya telah lama bersikeras bahwa Presiden Bashar al-Assad harus mundur.
Kepada Sputnik, Zavari menguraikan tiga skenario terkait hal apa saja yang bisa terjadi pada ekstrimisme di Suriah jika AS tidak bergabung dengan Rusia dan Damaskus dalam memberantas kelompok teroris yang selama ini berusaha untuk menggulingkan pemerintahan Assad.
Pada skenario pertama, Zavari menyebutnya sebagai “tarian-tarian di belakang”. Hal ini bisa dimaknai sebagai keterlibatan kelompok teroris di Suriah yang sedang mempersiapkan rencana mereka untuk melancarkan serangan terhadap Arab Saudi. Ditambah lagi, Al-Qaeda seolah-olah juga siap untuk mendukung rencana ini.
"Dalam hal ini, sebuah koalisi kelompok teroris — yang bahkan bisa saya katakan menjadi ancaman nyata bagi Barat dan Syiah — bisa muncul," ujarnya.
Skenario kedua akan melihat pasukan teroris yang ada saat ini berubah menjadi "aliran ekstrimis yang akan mempertahankan kekuasaan mereka yang bersifat merusak." Terakhir, menurut Zavari, skenario ketiga akan meniru pengalaman Afghanistan, yaitu bahwa kelompok teroris akan melemah dalam beberapa waktu, tetapi kemudian akan pulih kembali.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda