Satelit Tenaga Surya Pertama Rusia Sukses Lakukan Uji Penerbangan

Prototipe satelit riset atmosfer pertama Rusia yang dijuluki "Sova" (burung hantu) ini memiliki sayap selebar sembilan meter dengan bobot 12 kilogram.

Prototipe satelit riset atmosfer pertama Rusia yang dijuluki "Sova" (burung hantu) ini memiliki sayap selebar sembilan meter dengan bobot 12 kilogram.

Press photo
Sebuah prototipe satelit tenaga surya yang akan bertugas membantu pemantauan atmosfer bumi di ketinggian, serta berfungsi sebagai jaringan telekomunikasi, berhasil menyelesaikan uji penerbangan dengan mengudara selama 50 jam nonstop.

Sebuah prototipe satelit tenaga surya pertama Rusia berhasil menyelesaikan uji penerbangan dengan mengudara selama 50 jam nonstop, demikian disampaikan Wakil Ketua Yayasan Proyek Penelitian Lanjutan Rusia Igor Denisov pada RIA Novosti, seperti yang dikutip Sputnik.

"Uji coba penerbangan kendaraan tak berawak yang dilengkapi dengan panel surya dan baterai ini berlangsung selama 50 jam. Satelit ini terbang hingga ketinggian sembilan ribu meter," terang Denisov.

Prototipe satelit riset atmosfer pertama Rusia yang dijuluki "Sova" (burung hantu) ini memiliki sayap selebar sembilan meter dengan bobot 12 kilogram.

Denisov menyebutkan, Sova bahkan bisa terbang lebih lama jika diperlukan. Uji coba prototipe kedua rencananya akan dilakukan bulan depan, menggunakan satelit bersayap selebar 28 meter.

Perancang Sova ingin membuktikan bahwa drone bertenaga surya dapat melakukan penerbangan jarak jauh ke berbagai daerah di Rusia.

Sova akan bertugas membantu pemantauan atmosfer bumi di ketinggian serta berfungsi sebagai jaringan telekomunikasi. Menurut Denisov, hal tersebut biasanya dilakukan oleh pesawat antariksa canggih yang sangat mahal, tapi di satu sisi mereka tak mampu melakukan pengamatan secara real-time.

"Kendaraan tenaga surya tanpa awak ini bisa melakukan pemantauan dengan lebih baik dan lebih murah dibanding satelit konvensional, pesawat berawak, atau pesawat tanpa awak yang masih menggunakan bahan bakar," kata Denisov, seperti dikutip RIA Novosti.

Penelitian ini dilakukan oleh Yayasan Proyek Penelitian Lanjutan Rusia bekerja sama dengan perusahaan Taiber R&D yang berbasis di Moskow.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki