Terlalu Fokus pada Mitos ‘Ancaman Rusia’, NATO Lengah Lindungi Anggotanya

Bendera negara-negara anggota NATO di markas aliansi di Brussel.

Bendera negara-negara anggota NATO di markas aliansi di Brussel.

Reuters
Prancis kembali dilanda teror. Turki menghadapi upaya kudeta. Sementara, NATO malah fokus pada ‘ancaman dari Rusia’ yang sebenarnya tak pernah ada.

Tragedi di Nice merupakan salah satu bentuk kegagalan NATO dalam mengalokasikan sumber dayanya. Beberapa hari sebelum insiden di Nice, NATO menyatakan keinginannya untuk mengirim pasukan mereka ke negara-negara anggota NATO yang berbatasan dengan Rusia. Hal ini ditujukan demi mencegah ‘agresi Rusia’ di masa mendatang. Hal itu memperlihatkan NATO seolah ingin menghidupkan kembali ketegangan masa Perang Dingin.

Kepala Urusan Luar Negeri Dewan Federasi Rusia Vladimir Dzhabarov menilai NATO gagal membangun kerja sama untuk mengatasi masalah terorisme internasional. 

“Ironisnya, NATO malah menyiapkan diri menghadapi ‘ancaman Rusia’ dengan menempatkan pasukannya mendekati wilayah Rusia, padahal perang melawan terorisme yang tengah gencar jauh lebih mendesak dibanding ‘ancaman’ fiktif tersebut,” kata Dzhabarov seperti dikutip Sputnik, (18/7).

Alih-alih menggalakkan upaya pemberantaan teroris, NATO malah memprovokasi Rusia dengan menggelar simulasi perang ‘Anaconda’ di perbatasan Polandia-Rusia, untuk menandai 75 tahun invasi Nazi pada Perang Dunia II. Simulasi tersebut melibatkan 30 ribu tentara yang sebagian besar dari Jerman.

Tak hanya diplomat Rusia, politikus Barat juga ikut mempertanyakan pandangan NATO terhadap Rusia. Bakal calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, bahkan menyarankan Washington untuk membangun kerja sama dengan Rusia dalam melawan para teroris. “Jika Rusia ingin melawan ISIS, biarkan mereka melakukannya!” kata Trump.

Dzhabarov sepakat dengan pernyataan Trump, mengingat perlunya armada militer yang kuat untuk mengalahkan kelompok teroris yang semakin merajalela. Sang diplomat Rusia juga menilai AS dan Uni Eropa perlu membangun komunikasi antarintelijen dengan usia guna bertukar informasi melawan ISIS.

Serangan teror di Nice, Prancis, terjadi pada perayaan hari revolusi Prancis yang dikenal sebagai Hari Bastille. Seorang warga negara Prancis asal Tunisia mengemudikan truk yang ia kendarai ke arah kerumunan warga yang menghadiri perayaan tersebut, dan menewaskan 84 orang dan ratusan warga lainnya mengalami luka-luka. Belakangan diketahui pria tersebut memiliki kaitan dengan ISIS.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki