Pakar: Permintaan Maaf Erdoğan Didorong Sejumlah Faktor Politik dan Ekonomi

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

AP
Dalam sebuah wawancara dengan media Rusia, seorang ahli politik Turki menyebutkan bahwa manuver negaranya menuju normalisasi hubungan bilateral dengan Rusia dianggap tak lepas dari beberapa aspek.

Sejumlah faktor politik, ekonomi, dan budaya yang besar berada di balik keputusan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan untuk — pada akhirnya — mengirim surat permintaan maaf kepada Vladimir Putin atas penembakan pesawat pengebom Su-24 Rusia oleh AU Turki pada November 2015 lalu. Demikian hal tersebut diungkapkan seorang ahli politik Turki, Oya Akgonenc Mugisuddin, dalam sebuah wawancara dengan Sputnik edisi Turki.

Mugisuddin yang juga menjabat sebagai penasihat partai politik Turki Saadet mengaku puas dengan perkembangan hubungan kedua negara akhir-akhir ini. Dalam wawancara, ia mengatakan bahwa berbagai langkah penting dan positif telah diambil oleh masing-masing pihak.

Menurut Mugisuddin, manuver Turki menuju normalisasi hubungan bilateral dengan Rusia dianggap tak lepas dari beberapa aspek.

"Pertama dan terpenting, Turki menderita kerugian serius akibat memburuknya hubungan perdagangan dan ekonomi dengan Rusia," katanya.

Selain itu, Mugisuddin mengaitkan permintaan maaf Erdoğan terhadap perubahan di dalam pemerintah Turki. Menurutnya, beberapa prinsip baru mulai mendominasi kebijakan luar negeri Turki.

"Dalam hal ini, Perdana Menteri Binali Yıldırım mengatakan bahwa mulai sekarang, fokus nasional akan ditempatkan pada upaya untuk meningkatkan jumlah mitra dan mengendurkan hubungan yang tegang. Dan, menurut saya, normalisasi hubungan dengan Rusia sejalan dengan garis kebijakan luar negeri ini," katanya.

Kedua, ia menambahkan bahwa saat ini Eropa sedang mengalami masa-masa sulit. Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, proses pembentukan keseimbangan kekuatan baru menjadi sesuatu yang tak terelakkan di Eropa.

"Baik Rusia dan Turki harus menyesuaikan diri dan memanfaatkan proses baru ini dengan berinteraksi satu sama lain," katanya menekankan.

Namun, terlepas dari alasan-alasan politik dan ekonomi, Mugisuddin melihat faktor-faktor budaya dan kemanusiaan yang telah dicapai di sektor tersebut selama beberapa tahun terakhir sebagai sesuatu yang harus diapresiasi.

"Dalam sektor ini (budaya dan kemanusiaan), Turki sangat tertarik untuk memulihkan dan mengembangkan hubungan kebudayaan dengan Rusia," katanya.

Pada Senin (27/6), Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov  mengatakan bahwa Vladimir Putin telah menerima surat dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan yang menyatakan kesiapannya untuk menyelesaikan krisis bilateral yang disebabkan jatuhnya pesawat tempur Rusia oleh jet tempur Turki tahun lalu.

Menurut Peskov, Erdoğan mengatakan bahwa Turki "turut berduka cita atas kematian pilot Su-24" dan "menganggap kehilangan tersebut sebagai duka mendalam bagi Turki". 

Pada 24 November 2015, pesawat tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat pengebom Su-24M Rusia yang tengah menjalankan misi antiteroris Rusia di sebelah utara Suriah, dekat perbatasan Turki.

Setelah serangan itu, pilot peswat, Oleg Peshkov, berhasil keluar dari pesawat, tapi kemudian ditembak dan dibunuh oleh milisi bersenjata ketika parasutnya mendarat.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki