Kementerian Pertahanan Rusia telah membantah tuduhan NATO terkait kurangnya transparansi Moskow dalam melakukan latihan militer, tulis media Rusia RT. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov menyatakan bahwa seluruh bentuk latihan dan operasional militer Rusia sama sekali tidak bertentangan dengan perjanjian internasional.
Konashenkov mengatakan, meskipun uji coba pada Selasa lalu (14/6) tidak menjadi bagian dari perjanjian internasional yang diikuti Rusia, atase militer negara-negara asing dan perwakilan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (Organization for Security and Cooperation in Europe/OSCE) tetap diinformasikan terkait uji coba tersebut dengan tujuan memperlihatkan ‘itikad baik’ Moskow. Konashenkov menyatakan bahwa NATO sepertinya tidak ingin mengakui kehadiran uji coba tersebut dan memilih untuk melakukan aksi yang menyudutkan Rusia.
Pada awal bulan ini, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu telah mengingatkan bahwa Rusia akan mengadakan uji coba militer. Shoigu memberitahukan bahwa pelaksanaan uji coba tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga 22 Juni 2016.
“Tujuan utama dari tuduhan terhadap militer Rusia ini adalah untuk menciptakan kepanikan dan meningkatkan anggaran pertahanan NATO serta menjaga citra Rusia sebagai ‘musuh berbahaya’,” ujar Konashenkov.
Dalam pertemuan para menteri pertahanan negara anggota NATO di Brussel, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menuduh Rusia telah melakukan pelanggaran transparansi militer.
Sebelumnya, para menteri pertahanan dari 28 negara anggota NATO telah menyetujui untuk mengirim pasukan ke negara-negara Baltik dan Polandia dengan dalih untuk mencegah potensi ‘agresi Rusia’ di kawasan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan bahwa kondisi ini telah memaksa Rusia untuk terlibat dalam konfrontasi dengan NATO. Dalam merespons aksi ini, Moskow telah melakukan segala upaya untuk mencegah konflik dengan AS, NATO, dan Uni Eropa.
“Permainan geopolitik ini dapat merusak stabilitas pembangunan dunia dan hanya akan menciptakan krisis, seperti yang terjadi di Ukraina,” ujar Lavrov. Sang menlu menambahkan bahwa kondisi seperti ini tak berbeda seperti era Perang Dingin. Moskow terpaksa berupaya untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya pada saat Washington melakukan kampanye anti-Rusia.
Hubungan Rusia dengan NATO memburuk setelah krisis Ukraina dan reunifikasi Krimea dengan Rusia pada Maret 2014. Di tengah memanasnya hubungan kedua pihak, beberapa negara anggota NATO masih membuka dialog dengan Moskow. Negara-negara tersebut meyakini bahwa stabilitas dan keamanan di kawasan tidak akan tercipta tanpa melibatkan Rusia. Hal ini terlihat dalam pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Sawsan Chebli, pada Rabu lalu (15/6). Ia mengatakan bahwa keamanan di Eropa hanya akan tercipta apabila negara-negara di kawasan bersatu.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda