Lembaga rating Standard & Poor's menurunkan rating kredit Rusia menjadi 'junk', dari BBB- ke BB+, dengan penilaian negatif.
"Dari sudut pandang kami, fleksibilitas kebijakan moneter Rusia telah menurun, begitu pula prospek pertumbuhan ekonominya," terang pernyataan resmi S&P.
Status 'junk' (rongsokan) menunjukan bahwa sebuah negara atau perusahaan gagal melunasi utang-utangnya. Tak seperti obligasi investasi, obligasi 'junk' tidak legal untuk dibeli oleh bank.
"Oleh karena itu, kami menurunkan rating kredit mata uang asing di Rusia dari BBB-/A-3 menjadi BB+/B, dan rating kredit mata uang lokal dari BBB/A-2 menjadi BBB-/A-3," lanjut pernyataan tersebut.
Lembaga tersebut secara umum memberi penilaian negatif terhadap perekonomian Rusia. "Dari perspektif kami, fleksibilitas kebijakan moneter Rusia dapat terus menurun, terutama jika aspek eksternal dan fiskal Rusia memburuk dalam 12 bulan kedepan, lebih cepat dari dugaan sebelumnya.”
Pada awal 2015, dua lembaga rating internasional lain, Fitch dan Moody’s, juga telah menurunkan rating kredit jangka panjang dan jangka pendek Rusia menjadi satu titik di atas status ‘junk’. Lembaga tersebut menyinggung penurunan harga minyak dan penurunan fleksibilitas keuangan Rusia.
Di sisi lain, saat ini nilai rubel Rusia terhadap dolar dan euro mulai mengalami perbaikan.
Sementara, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa keputusan S&P untuk menurunkan rating kredit Rusia bersifat politis dan tidak merefleksikan situasi perekonomian Rusia yang sesungguhnya. “Keputusan tersebut bias dan terencana. Lembaga yang kredibel seharusnya tidak menyematkan rating yang tak menggambarkan situasi sesungguhnya,” kata Peskov, Selasa (27/1).
Wakil Perdana Menteri Rusia Igor Shuvalov mengingatkan bahwa masalah ekonomi yang tengah dihadapi Rusia tak boleh dianggap enteng, demikian dilaporkan Interfax.
“Harus diakui, saat ini kondisi ekonomi Rusia sedang berada dalam situasi yang sangat sulit,” kata Shuvalov. Menurut Shuvalov, ada beberapa skenario yang dapat terjadi pada perkembangan ekonomi Rusia di masa mendatang. “Situasi bisa saja bertambah buruk, tapi bisa juga membaik jika harga minyak kembali normal, seperti pada tahun 2009. Tapi bagaimanapun, hal itu tak akan mengeliminasi masalah struktural yang mengerogoti perekonomian kita,” terang Shuvalov.
Perekonomian Rusia menerima pukulan keras dalam beberapa bulan terakhir, ketika harga minyak—yang merupakan komoditi ekspor utama Rusia dan separuh pendapatan pajak pemerintah—merosot hingga titik terendah dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, angka inflasi naik 9,1 persen pada bulan November dan nilai mata uang rubel anjlok, sehingga warga Rusia harus membayar lebih mahal untuk membeli barang impor.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda