Perempuan dan Merah: Transformasi Makna Warna dari Era Pagan Hingga Kini

Tiap bangsa mempersepsikan warna secara berbeda-beda, yang bahkan memiliki konotasi yang bertolak-belakang antara satu negara dan lainnya.
Merah dipercaya dapat mendorong seseorang melakukan tindakan, sehingga tak aneh warna tersebut kerap digunakan dalam politik: oleh kelompok politik radikal Prancis Jacobin pada Revolusi Prancis 1789, oleh Partai Buruh Inggris, dan tentu saja, oleh Partai Komunis.
Tiap bangsa mempersepsikan warna secara berbeda-beda. Sebuah warna dapat memiliki beragam makna, yang bahkan memiliki konotasi yang bertolak-belakang. Di Tiongkok, merah dianggap sebagai simbol kemakmuran, sementara untuk bangsa Mesir Kuno warna merah melambangkan perang dan kematian.
Bagi agama Katolik, merah merupakan simbol martir dan pengorbanan, warna tersebut diasosiasikan dengan darah orang-orang kudus yang mati karena iman mereka. Sementara di agama Kristen Ortodoks, warna merah dikaitkan dengan Paskah.
Namun, seluruh dunia setuju bahwa merah, secara universal, merupakan simbol cinta dan gairah.
Warna merah cukup penting dalam budaya Rusia: Lapangan Merah, tembok merah Kremlin, bendera merah Komunisme, dan lain-lain.
Lapangan utama di Rusia disebut Lapangan Merah bukan karena dikelilingi oleh tembok merah Kremlin dan Katedral St. Basil yang berwarna merah. Lapangan Merah dalam bahasa Rusia bernama “Krasnaya ploshchad”, dan kata pertama—krasnaya (krasiviy dalam bahasa Rusia modern)—berarti “indah”.
Sejak masa pagan, bahasa Rusia memiliki ungkapan seperti ‘hari merah di kalender’ (sama seperti ‘tanggal merah’), ‘kata merah’ yang berarti sebuah gurauan, ‘musim semi merah’ sebagai simbol kehidupan baru, serta ‘musim panas merah’ sebagai puncak dari kehidupan baru.
Merah juga kerap digunakan untuk mendeskripsikan perempuan. Bunga Damask, bunga poppy mekar, dan beri merah, semua itu merupakan ungkapan yang digunakan untuk mendeskripsikan perempuan dalam dongeng dan legenda Rusia. “Kecantikan merah” berarti seorang gadis muda pada malam pernikahannya.
Rangkaian foto ini menceritakan transformasi seorang gadis menjadi pengantin di era pagan. Pada masa itu, perempuan yang belum menikah harus mengenakan ikat pinggang dan pita kepala merah, yang akan mereka lepas setelah menikah.
Simbol pernikahan adalah emas, sementara merah merupakan simbol kebebasan. Langkah ini juga diikuti oleh ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui dan ketakutan akan kehilangan sesuatu yang tak kekal sebagai ganti untuk sebuah cincin yang melingkar di jari.
“Siklus hidup seorang perempuan pada dasarnya terbagi dalam lima tahap: merah, indah, bijak, lebih bijak, dan tua (yang artinya ia telah mencapai tingkat tertinggi kebijaksanaan),” kata penulis proyek Uldus Bakhtiozina menjelaskan.
"Saya pernah menggunakan simbolisme untuk menunjukan transformasi ini menggunakan metafora dan warna. Subjek utamanya adalah transformasi dan legenda di baliknya."
”Proyek ini sangat dipengaruhi oleh penelitian saya mengenai budaya Slavia, etimologi, akar dan kepercayaan, yang telah dihancurkan ratusan tahun lalu, digubah menjadi dongeng dan balada, dan kehilangan makna aslinya.”
“Proses pemotretan memakan waktu tiga bulan. Pemotretan melibatkan delapan model dan perias rambut yang berbeda, sementara gaya dan riasan wajah adalah buatan saya sendiri. Semua foto ini diambil menggunakan kamera analog, diberi cat, kemudian dipindai (scanning).”
Uldus Bakhtiozina merupakan fotografer kelahiran Sankt Petersburg, orang Rusia pertama yang berbicara di TED talk dan masuk daftar Seratus Perempuan Terbaik 2014 versi BBC.
Menurut Uldus, “merah” atau krasniy dalam bahasa Rusia berasal dari kata Kra—nama dewi pagan Slavia kuno yang melambangkan kelembutan dan putri dari Roda (dewi kesuburan).

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki