Prof. Dr. Njaju Jenny Malik Tomi Hardjatno adalah guru besar perempuan pertama di Indonesia untuk bidang linguistik bahasa Rusia. Saat ini, ia menjadi Guru Besar Tetap di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Ketua Pusat Kajian Eropa UI, dan juga menjadi Tenaga Ahli Pengajar Bidang Sosial Budaya Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Fauzan Al-Rasyid/RBTH IndonesiaKamus besar ini diklaim memuat lebih dari 80 ribu entri. Sementara, kamus serupa yang dipublikasikan di Rusia pada 1970 hanya memuat 27 ribu entri.
Semua kata di kamus ini dibuat dalam bentuk transkrip dan aturan tata bahasa serta bentuk-bentuk penyimpangan dari kaidah. Dengan begitu, ini akan memudahkan pembaca untuk melafalkan kata-kata Rusia dan mengerti aturan tata bahasa dengan baik dan benar.
Profesor Jenny mengatakan, kamus ini sangat penting karena di dalamnya dimuat berbagai kata dan istilah baru yang kini kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik di Rusia maupun Indonesia.
Kamus ini disusun oleh para pakar linguistik yang berdedikasi di bidangnya melalui kunjungan langsung ke Rusia dan ke Indonesia.
Kamus setebal 1.953 halaman ini diklaim memuat lebih dari 80 ribu entri. Sumber: Fauzan Al-Rasyid/RBTH Indonesia
Dalam sebuah wawancara dengan RBTH Indonesia setelah peluncuran akbar kamus besar ini di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Jumat (20/10), duru besar perempuan pertama di Indonesia untuk bidang linguistik bahasa Rusia dari UI ini mengaku sangat bahagia dan bangga karena jerih payahnya dan rekan-rekan penulis kamus ini akhirnya dapat terwujud.
“Pada 2005, saya dan rektor UI membuat nota kesepahaman dengan tiga universitas di Rusia — Universitas Negeri Moskow (MGU), Universitas Sankt Peterburg (SPbGU), dan Institut Studi Asia-Afrika (ISAA). Dari situ, saya berpikir bahwa kita harus membuat kamus. Ide ini ternyata disambut baik dan disetujui,” kata sang profesor. “Saya bekerja sama dengan empat orang ahli dari Rusia, yaitu Dr. Ludmila Demidyuk, Igor Kashmadze, Profesor Alexander Oglobin, dan Vladimir Losyagin.”
Kepada RBTH Indonesia, Profesor Jenny bercerita bahwa ada banyak tantangan yang ia hadapi bersama tim penulis dalam membuat kamus ini. Ia bercerita, di tengah pembuatan kamus ini, dua orang penulis meninggal dunia.
“Di tengah jalan, Pak Igor meninggal. Masalahnya, saat itu ia hanya menulis di kertas, tidak diketik. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kami harus mengonversi tulisannya ke dalam komputer,” katanya mengenang. “Rekan kami yang lain, Pak Losyagin, juga tidak menulis di komputer, melainkan menulis dengan tangan. Beliau pun meninggal. Akhirnya, kami minta bantuan mahasiswa di Moskow untuk memasukkan seluruh pekerjaan mereka ke komputer. Setelah itu, Ibu Ludmila dan Pak Oglobin mengirim semua data ke saya. Dari situ, saya mulai kerjakan satu per satu.”
Lamanya proses pengerjaan kamus juga karena faktor percetakan, aku Profesor Jenny. Menurutnya, pada 2005, ia mengajak Ludmila dan Oglobin mengerjakan proyek ini selama dua bulan di Indonesia. Saat itu, kamus berhasil diselesaikan dan dicetak oleh penerbit. Namun sayangnya, pihak penerbit tidak menyiapkan dummy atau model kamus itu, sedangkan Profesor Jenny mengaku telah menyiapkan acara untuk peluncuran awal kamus.
“Sayangnya, waktu itu tidak ada dummy, dan ternyata semua hasil cetakannya salah — ada banyak salah ketik karena mereka (penerbit) tidak mengenal huruf Kiril. Akibatnya, semua hancur. Saya tarik lagi dan tidak jadi jual,” katanya bercerita.
Namun, kegagalan itu tak lantas menyurutkan semangat tim penulis yang saat itu tersisa tiga orang saja. “Saya bilang kepada dua rekan saya, kita harus membuat kamus ini lagi. Bukan membuat dari awal, tapi merevisi besar-besaran dari bahan yang sudah ada,” ujar sang profesor sambil mengenang. Ia pun mengaku bahwa sejak saat itu ia dan timnya menjadi lebih menikmati proses pembuatan kamus ini.
“Kami kemudian memasukkan lebih banyak kata ke dalam kamus, seperti istilah geografi. Lalu, kami juga mencari kata-kata baru yang sedang tren di Indonesia. Saya bahkan membeli majalah-majalah remaja supaya tahu kata atau istilah apa saja yang sedang populer di sini,” ujar sang profesor yang juga menjabat sebagai ketua Pusat Kajian Eropa Universitas Indonesia.
Kepada RBTH Indonesia, Profesor Jenny mengaku sempat putus asa dan berniat menghentikan proyek ini. Pada 2015 lalu, menurutnya kamus ini sudah selesai. Namun, ia lagi-lagi menemui masalah di percetakan. “Di percetakan, seluruh tabel konjugasi dan tabel deklinasi (perubahan akhiran yang digabungkan kepada morfem dan menunjukkan perbedaan kasus -red.) yang saya buat hilang. Akhirnya, saya harus membuatnya lagi dan sebetulnya saya hampir putus asa. Namun, percetakan masih terus mendorong saya untuk menyelesaikan kamus ini,” ujarnya.
Selain itu, salah satu faktor yang membuatnya tetap semangat dalam menyelesaikan kamus ini adalah mahasiswa-mahasiswanya. Sejak awal menggarap proyek ini, dia selalu berjanji pada mahasiswanya bahwa ia akan membuat kamus untuk anak-anak didiknya.
“Setiap kali saya mengajar, mahasiswa-mahasiswa saya biasanya membawa kamus-kamus kecil yang mereka beli di Singapura. Saya pun selalu bilang kepada mereka, ‘Tunggu kamus buatan saya.’ Janji itu yang selalu membuat saya semangat. Jadi, setiap kali mereka bertanya, ‘Bu, kapan (jadi) kamusnya?’ saya selalu bilang, ‘Nanti pasti jadi.’ Sampai di rumah, saya mulai kerjakan lagi, mengecek satu per satu, merevisi, mengirim hasil revisi ke Moskow, dan begitu seterusnya,” katanya bercerita.
Profesor Jenny memberikan Kamus Besar Rusia-Indonesia kepada Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin pada peluncuran akbar kamus di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Jumat (20/10). Sumber: Fauzan Al-Rasyid/RBTH Indonesia
Kamus besar ini dijual seharga 700 ribu rupiah. Namun demikian, untuk sementara tim penulis sepakat tidak memasukkan kamus ini ke toko buku dulu. Karena itu, bagi mereka yang berminat membeli kamus ini dapat mengisi formulir pemesanan melalui blog kamusrusindo.blogspot.co.id.
Setelah peluncuran akbar di Jakarta, Profesor Jenny akan terbang ke Rusia pada 28 Oktober mendatang untuk menghadiri acara serupa di Moskow. Ia mengaku akan membawa 30 kamus, yang 12 di antaranya akan diberikan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow untuk dijual.
“Pada tanggal 28, kami akan meluncurkan kamus ini di ISAA. Kemudian pada tanggal 31 Oktober, acara serupa dibuat di Sankt Peterburg. Setelah itu, tanggal 3 November, pada Kongres Russkiy Mir (Dunia Rusia), saya juga akan memperkenalkan kamus ini di sana,” tuturnya.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda