Pemerintah hendak meningkatkan produktivitas industri 1,8 kali lipat untuk kembali ke level prakrisis pada 2014.
Yevgeny Kurskov/TASSPakar Rusia yakin bahwa tambahan alokasi dana 35 miliar rubel (sekitar tujuh triliun rupiah) bagi Pengembangan Program Industri Pertahanan, tak berarti Rusia memasuki perlombaan senjata baru. Dana tambahan ini sebagian besar akan digunakan untuk mengompensasi industri atas kerugian akibat sanksi anti-Rusia dan kebutuhan untuk memproduksi komponen baru mereka.
Pemerintah hendak meningkatkan produktivitas industri 1,8 kali lipat untuk kembali ke level prakrisis pada 2014. Sumber daya tersebut juga akan digunakan untuk meningkatkan saham produksi inovasi tahunan dari 34,4 persen pada 2016 menjadi 39,6 persen pada 2020. Gaji pegawai industri juga akan ditingkatkan 1,8 kali lipat.
Menurut pakar militer dari kantor berita TASS Viktor Litovkin, krisis dan sanksi anti-Rusia membuat Rusia perlu memodernisasi industri pertahanannya.
“Akibat sanksi, mitra asing Rusia tak lagi bisa memasok sejumlah komponen bagi teknologi pertahanannya. Sebelumnya, kami menerima mesin kapal dan helikopter dari pabrik Ukraina, tapi kini kami harus memproduksi semuanya sendiri,” terang Litovkin.
Menurutnya, alokasi dana program persenjataan yang bernilai lebih dari tiga triliun rubel (sekitar 610 triliun rupiah) untuk periode 2010 – 2020 perlu ditingkatkan mengingat situasi yang terjadi saat ini.
“Rusia perlu membeli peralatan tambahan dan merekrut pakar baru untuk memproduksi elemen baru. Semua ini membutuhkan investasi,” terang Litovkin.
Pemimpin Redaksi National Defense Igor Korotchenko menyebutkan bahwa Rusia mengalokasikan dana yang dibutuhkan dan mumpuni untuk industri pertahanannya.
“Kami tak tertarik untuk memulai perlombaan senjata baru dan tak akan jatuh pada jebakan tersebut,” tegas Korotchenko.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda