Seorang petugas keamanan berdiri di depan reaktor nuklir Bushehr, 1.200 km di selatan Teheran, 21 Agustus 2010.
ReutersPada Januari tahun ini, PBB, AS, dan Uni Eropa mencabut sanksi ekonomi dan keuangan yang dijatuhkan pada Iran. Konsekuensinya, salah satu pasar terbesar di Timur Tengah kembali dibuka dan banyak perusahaan penting dari seluruh dunia telah mengumumkan rencana mereka untuk berbisnis dengan Iran, termasuk dengan sektor energi nuklir negara tersebut.
Pada Januari lalu, Juru Bicara Organisasi Energi Atom Iran (Atomic Energy Organization of Iran/AEOI) Behrouz Kamalvandi menyatakan bahwa jika negara-negara Barat mampu menyediakan investasi yang dibutuhkan, Iran akan mampu membangun tujuh atau delapan pembangkit energi nuklir sekaligus di wilayahnya.
Pada akhir Januari, diketahui bahwa Iran dan Spanyol telah menyiapkan kesepakatan tahap awal untuk membangun dua pembangkit nuklir. “Berdasarkan proyek tersebut, yang diskusinya tengah mencapai tahap akhir, Iran dan Spanyol akan berkolaborasi di bidang energi, untuk meningkatkan potensi mereka dan membentuk staf,” demikian disampaikan Kantor Berita Republik Islam mengutip Kamalvandi.
Pada paruh kedua tahun 2015, Kepala AEOI Ali Akbar Salehi menyebutkan bahwa Beijing dan Teheran telah sepakat bahwa Tiongkok akan membangun dua pembangkit nuklir di pesisir selatan Iran.
“Saat ini, sejumlah negara mencoba memasuki pasar nuklir Iran secara aktif, khususnya Korea Selatan, yang mempromosikan reaktor SMART-nya (System-integrated Modular Advanced Reactor) di pasar global,” kata Direktur Jenderal Persatuan Efisiensi Energi Rusia Semyon Dragalsky. Selanjutnya, Seoul siap mengembangkan kerja sama dengan Teheran dalam pembangunan reaktor nuklir kecil dan besar, memproduksi perangkat modern untuk perawatan nuklir dan penggunaan teknologi nuklir di sektor damai lainnya.
Namun, sepertinya Iran menempatkan taruhannya pada kerja sama dengan perusahaan nuklir Rusia. Pada 22 Januari lalu, Ali Akbar Salehi secara terbuka menyebutkan bahwa Rusia akan mendapatkan hak khusus dibanding negara lain, menurut Kantor Berita Republik Islam.
“Di masa lalu, hanya Rusia yang berkolaborasi dengan Iran dalam membangun pembangkit nuklir, sedangkan kini banyak negara yang tertarik bekerja sama,” tutur Salehi. Pemimpin AEOI tersebut juga menggarisbawahi bahwa Iran, “tak akan melupakan bantuan dan dukungan yang diberikan Rusia di masa-masa sulit. Rusia adalah teman, sekutu di masa-masa yang sulit.”
Namun, para pakar melihat pendekatan rasional dalam pernyataan tersebut. “Hanya Rusia yang memiliki unit tenaga nuklir generasi ‘Three Plus’ yang paling modern dan otoritatif,” kata Dragalsky.
“Dan Iran butuh teknologi canggih sesegera mungkin. Akibat sanksi, negara ini sudah kehilangan banyak waktu dan tak bisa menunggu lebih lama,” tutur Dragalsky menyimpulkan.
Teknologi nuklir Rusia bukan sesuatu yang baru bagi wilayah Timur Tengah. Secara khusus, reaktor penelitian nuklir yang ditempatkan di Irak, Mesir, Libya, Suriah, dan Aljazair dibangun pada masa Soviet pada tahun 1960-an-1970-an. Banyak spesialis nuklir di negara tersebut yang belajar di institut riset dan ilmiah Soviet.
Rosatom telah membangun pembangkit tenaga nuklir di Busher dengan kapasitas seribu megawatt, yang mulai beroperasi pada 2013. Pada dasarnya, Rusia telah menyelesaikan sebuah proyek yang terbengkalai yang dimulai oleh para pakar Jerman. Pada akhirnya, pembangkit tenaga nuklir pertama Iran menjadi proyek rekayasa nuklir paling kompleks dalam sejarah konstruksi pembangkit tenaga nuklir.
Intinya, Rosatom mengintegrasikan perangkat teknologi Rusia dengan konstruksi yang didesain Jerman, menambahkan 12 ribu ton perangkat Jerman pada proyek Rusia. Pembangkit nuklir Busher merupakan pemenang kompetisi Proyek Terbaik 2014 yang digelar oleh majalah energi tertua di dunia, Power Engineering (AS).
Pakar independen menilai kompetitor akan kesulitan menyaingi Rosatom di pasar Iran. “Meski terdapat tekanan yang sangat besar akibat sanksi, Rusia mampu membangun pembangkit nuklir paling modern bagi Iran, tak hanya menyelesaikannya sebagai kewajiban terhadap mitranya, tapi juga tak melanggar permintaan yang disampaikan komunitas dunia. Kepercayaan Teheran pada Rusia setelah peluncuran pembangkit nuklir Busher sungguh tak bersyarat,” kata pakar nuklir independen Alexander Uvarov.
Bukti kepercayaan ini ialah kesepakatan bilateral yang ditandatangani pada 2014 untuk membangun delapan unit pembangkit nuklir, termasuk kontrak untuk mendirikan dua unit baru Busher.
Saat ini, rencana realisasi pembangkit Busher tahap kedua masih didiskusikan. Sejak awal 2016, sekitar 50 pakar Rusia tengah mengerjakan proyek ini
Pakar nuklir Rusia juga siap bekerja sama di bidang nonenergi, seperti teknologi radiasi, termasuk radiasi produk pertanian dan material yang dimodifikasi. “Teknologi ini sudah sukses digunakan di Asia, Eropa, AS, dan relevan bagi Iran,” kata Alexander Uvarov.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda