Bisakah Rusia “Menyusup” ke Segitiga Perdagangan Tiongkok-AS-ASEAN?

AP
ASEAN akan menjadi pasar terbesar keempat di dunia setelah Uni Eropa, AS, dan Tiongkok pada 2030. Moskow berupaya menempatkan diri sebagai mitra perdagangan sekaligus target investasi bagi asosiasi tersebut. Hal ini bisa melebarkan trio Tiongkok-AS-ASEAN menjadi kuartet jika Rusia bergabung. Namun itu membutuhkan perjuangan keras yang panjang.

Dalam Konferensi Menteri Luar Negeri ASEAN ke-48 yang digelar di Kuala Lumpur pada 1 – 6 Agustus, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyebutkan bahwa Moskow menuai banyak keuntungan dari strategi jangka panjang mengubah haluan ke Asia setelah menerima sanksi dari Barat akibat konflik Ukraina.

ASEAN belum menjadi pasar prioritas dan mitra ekonomi perdagangan Rusia. Pergeseran haluan tersebut baru mencapai level 21 miliar dolar AS, namun angka tersebut dua kali lipat lebih besar dibanding beberapa tahun lalu. Rusia juga masuk dalam daftar sepuluh mitra perdagangan terbesar ASEAN.

Pada Agustus lalu, komite khusus kerja sama ekonomi, riset, dan teknis dibentuk dan delegasi pengusaha Rusia yang mewakili 20 perusahaan mengunjungi Malaysia dan Brunei untuk menjalin kerja sama di bidang eksplorasi dan produksi minyak, bisnis agrikultur, teknologi informasi, serta transportasi.

Saat ini, wilayah Asia Pasifik sedang berkembang di tengah persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok. Tiongkok mendesak Beijing, yang terlibat dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, untuk mengeluarkan moratorium atas semua kegiatan di pulau-pulau yang diperebutkan oleh Tiongkok, Jepang, Vietnam, Malaysia, Taiwan, Brunei, dan Filipina. Beijing menolak permintaan tersebut, menyebutkan bahwa pemain luar sebaiknya tak ikut campur urusan negara-negara Asia.

Moskow sangat sadar akan potensi investasi yang terus berkembang di ASEAN dan hendak mengundang para pengusaha dari wilayah tersebut untuk bergabung dengan beragam proyek di Timur Jauh, salah satunya dengan menawarkan penggunaan Vladivostok sebagai zona pelabuhan bebas antarbenua.

Berbagai kerja sama baru yang tercipta sangat menarik bagi Moskow. Zona perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Uni Ekonomi Eurasia dan Vietnam pada Mei lalu merupakan contoh interaksi produktif antara dua aliansi regional. Seperti yang ditekankan Lavrov, “Kami siap membuat proyek perdana untuk perdagangan dan investasi bebas antara UEE dan ASEAN.”

Gleb Ivashentsov, mantan duta besar Rusia dan kini merupakan anggota Dewan Hubungan Luar Negeri Rusia, diamanahkan untuk mempromosikan dialog Rusia-ASEAN. Beberapa pihak menyebutkan Rusia tertinggal di belakang negara-negara lain dan telah kehilangan banyak kesempatan di ASEAN, karena ASEAN kini menjadi arena kompetisi Tiongkok dan AS. Namun Ivashentsov menyanggah hal tersebut pada Troika Report:

“Asia memiliki konfigurasi polisentrik. Kita tak seharusnya hanya bicara tentang Tiongkok, AS , dan ASEAN, tapi juga Jepang dan Rusia. Hubungan tersebut lebih besar dari sekadar segitiga. Saya rasa Rusia bisa memainkan peran signifikan di Asia Tenggara. Rusia telah mendukung gerakan kemerdekaan nasional di Asia Tenggara, seperti di Vietnam, Indonesia, dan beberapa negara lain. Kebangkitan Rusia sebagai negara modern akan membuka kesempatan baru untuk kerja sama ekonomi, teknologi ilmiah, dan energi dengan Asia Tenggara.”

Namun, pandangan optimis tersebut dipatahkan oleh Dmitry Mosyakov, pakar di bidang hubungan regional dan Wakil Direktur Institut Studi Oriental di Russian Academy of Sciences. Mosyakov beranggapan Rusia tak mungkin bisa menyusup ke dalam segitiga Tiongkok-ASEAN-AS.

“Rusia tak berpihak dalam sengketa di Laut Cina Selatan. Moskow menjauhkan diri dari kontroversi karena takut diisolasi oleh mitranya, baik Vietnam maupun Tiongkok. Selain itu, Moskow pernah membangun kerja sama substansial dengan negara-negara ASEAN, bukan sebagai sebuah kesatuan melainkan dengan basis bilateral.”

Dalam kasus ini, apakah ada negara—selain Vietnam—yang mau membina hubungan khusus dengan UEE? Gleb Ivashentsov yakin hal ini mungkin, menegaskan hal itu tak hanya di bidang energi atau penjualan perangkat militer, namun aliran modal dan produksi bersama.

Rusia juga merupakan negara Lingkar Pasifik. Namun, wilayah Siberia dan Timur Jauh tergolong tertinggal dan tak menawarkan banyak keuntungan secara umum. Selain itu, Rusia terhitung sebagai pendatang baru di pasar ASEAN dan Asia Pasifik, yang harus bersaing dengan dua negara adidaya lainnya untuk menembus pasar Asia.

Artikel ini tidak merefleksikan opini resmi RBTH.

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki