Ilustrasi oleh Alexei Iorsh.
Perlu diingat bahwa ekonomi Rusia secara signifikan bergantung terhadap harga minyak mentah. Ketergantungan tersebut terlihat dari pertumbuhan harga minyak mentah dalam rubel yang terus terjadi. Ketika harga minyak dunia naik pada 2003-2011, rubel bahkan dapat menguat dengan sendirinya. Sedangkan saat harga minyak dunia stabil atau turun setelah 2011, rubel mulai melemah, bahkan tahun ini hal tersebut terjadi dengan tempo yang sangat cepat. Selain itu, ketika harga minyak mentah dalam dolar jatuh, harga minyak dalam rubel justru tetap berada di tingkatan yang sama, berkat jatuhnya nilai tukar valuta nasional itu sendiri.
Tren ini disebabkan oleh struktur perekonomian Rusia dan jumlah anggaran pemerintah Rusia. Berdasarkan analisis IMF tahun ini, perbandingan cadangan devisa negara dengan PDB Rusia mencapai angka lebih dari 70 persen. Dalam satu dekade terakhir, Rusia memusatkan anggaran mereka di bidang sosial, sistem dana pensiun, dan pendanaan bidang militer. Dengan kebijakan tersebut, perusahaan-perusahaan mengandung kepemilikan negara menjadi pembayar pajak utama. Sementara, pendapatan mereka tergantung pada penetapan tarif barang dan jasa dari pemerintah (seperti yang terjadi pada BUMN monopoli bidang kereta api Rusia RZhD), situasi geopolitik Rusia, dan nilai tukar rubel (seperti perusahaan raksasa migas Rusia Gazprom dan Rosneft). Untuk mempertahankan keuntungan bisnis dan perhitungan pembayaran pajak ke pemerintah, perusahaan-perusahaan tersebut berharap ada kebijakan kenaikan harga tarif dan harga rubel pada komoditi barang tambang ekspor.
Dari sudut pandang pemerintah, peralihan ke nilai tukar rubel mengambang didasari oleh transisi ke politik pentargetan nilai inflasi. Akan seperti apa kebijakan pentargetan nilai inflasi dalam model ekonomi seperti itu? Pertama, pasar valuta akan berada dalam posisi yang sangat rapuh, karena sumber utama pembelian valuta rubel dari luar (para eksportir dan investor asing) tidak tertarik untuk memiliki aktiva lokal Rusia dalam kondisi seperti sekarang ini. Mereka lebih mudah mengambil pinjaman jangka pendek dengan bunga tahunan sepuluh hingga 15 persen dari bank dan membayar pajak, lalu mendapat keuntungan besar dari perbedaan nilai tukar. Kedua, untuk menopang “keseimbangan yang rapuh” pada pasar mata uang, Bank Rusia harus menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap pemberian kredit, yang tanpa diragukan lagi memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi Rusia. Namun hal tersebut menuntun Rusia pada penurunan tingkat inflasi tahun ini. Setidaknya, penekanan moneter tahun ini dapat membantu penurunan tingkat inflasi.
Ketiga, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut akan menstimulasi arus keluar modal, terutama akibat tuntutan untuk membayar utang luar negeri. Jumlah utang luar negeri Rusia mencapai lebih dari 600 miliar dolar AS. Kebutuhan pendanaan ulang akan sangat memengaruhi keputusan investasi perusahaan dan perbankan Rusia. Arus keluar modal juga akan diperburuk oleh syarat pinjaman uang dalam perekonomian Rusia. Untuk meredam arus keluar modal, perlu ada perluasan kredit dalam negeri Rusia, namun hal tersebut bertentangan dengan usaha perlindungan stabilitas pasar valuta.
Secara keseluruhan, kebijakan penargetan tingkat inflasi ini didasari oleh penggunaan suku bunga sebagai instrumen dasar penurunan nilai inflasi. Akan tetapi, harga yang harus dibayar akibat penggunaan metode tersebut untuk mencapai penurunan tingkat inflasi bisa jadi sangatlah tinggi, yakni penurunan tempo pertumbuhan ekonomi Rusia, konversi penyimpanan uang dalam dolar (simpanan dalam rubel telah kehilangan 20-30 persen dari nilai awalnya), serta penurunan taraf hidup warga Rusia. Kemungkinan setelah melalui tahap pertama adaptasi terhadap kebijakan ekonomi baru yang cukup keras ini, kita akan melihat pertumbuhan ekonomi Rusia dalam tingkat inflasi yang rendah. Namun tanpa adanya perluasan kredit dan tingkat suku bunga yang rendah, kecil kemungkinan hal tersebut akan terwujud.
Konstantin Korisyenko, Kepala Departemen Pasar Saham dan Keinsinyuran Keuangan, Fakultas Keuangan dan Urusan Perbankan dari Akademi RANEPA, Mantan Kepala Bank Sentral Rusia.
Artikel ini tidak merefleksikan opini resmi RBTH.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda