Selama ini, jutaan ton batu bara diangkut menggunakan kapal tongkang besar dengan susah payah melewati sungai-sungai di Kalimantan.
Saat Sidang Komisi Bersama Indonesia-Rusia ke-9 Kerjasama Bidang Ekonomi, Perdagangan dan Teknologi baru-baru ini, Menteri Koordinator Ekonomi Indonesia Hatta Rajasa mengungkapkan nilai keseluruhan proyek rel kereta tersebut berkisar 2-3 miliar dolar AS. Hatta berjanji akan memberi dukungan kepada perusaahaan Rusia dalam semua tahap pelaksanaan proyek.
Indonesia merupakan penyedia batu bara jalur laut terdepan di dunia dan telah mengukuhkan eksistensinya di pasar-pasar berkembang, seperti di India dan Cina. Sayangnya, pertumbuhan ekspor batu bara Indonesia terhambat masalah pengiriman barang dari pelabuhan. Jalur kereta api yang dibuat Belanda pada abad 20 hanya terdapat di Jakarta dan Sumatera. Sementara di Papua Nugini – pulau terbesar kedua di dunia, dan Kalimantan – pulau terbesar ketiga di dunia, hampir tak ada jalur kereta sama sekali.
Kredit: Arsip Russian Railways
Selama ini, jutaan ton batu bara diangkut menggunakan kapal tongkang besar dengan susah payah melewati sungai-sungai di Kalimantan. Meski dalam lagu ‘Sungai Mahakam’ yang populer di Indonesia terdapat lirik mengenai Sungai Mahakam “Penuh kapal gubang dan jambangan/juluk hulu ke hilir/membawa kekayaan alam”, Presiden Direktur PT Kereta Api Borneo, Andrey Shigaev menilai hal tersebut tidaklah baik.
“Ketika turun hujan, tongkang sulit bersandar ke sungai. Tongkang jadi menumpuk dan mengantri. Saat hujan sudah berhenti, tongkang mulai memuat barang, tapi waktu itu kapal tidak bergerak. Setelah itu semua tongkang mendekat ke kapal dan tercipta lagi antrian,” tutur Shigaev menggambarkan situasi saat ini pada koresponden RBTH Indonesia.
Presiden Direktur PT Kereta Api Borneo Andrey Shigaev menilai sistem pengangkutan jutaan ton batu bara di Kalimantan saat ini sangat tidak efisien. |
Shigaev menjelaskan, masalah yang terjadi bukan hanya perihal pengangkutan yang tidak praktis, tetapi juga banyak negara importir batu bara yang menuntut stabilnya pengiriman batu bara ke pasar mereka. “Perusahaan Indonesia dengan skema transportasi yang ada sekarang tidak akan bisa mengatasinya,” ungkap Shigaev.
Untuk sampai ke sungai, batu bara dari tambang di Kutai harus diangkut menggunakan truk. Hal tersebut tentu memakan banyak waktu. Dampaknya, Kalimantan Tengah hanya dapat menghasilkan 3,5 juta ton batu bara dalam setahun. Sementara, di wilayah Kalimantan Timur tambang batu bara tanpa jalur kereta api tidak menguntungkan sama sekali. Oleh sebab itu, kehadiran jalur kereta api sangat diperlukan.
Mengapa Rusia?
Menurut Shigaev, pelaksanaan proyek RZD akan memberi nilai positif bagi Indonesia. “Banyak proyek serupa dari berbagai macam konsultan. Mereka dibayar, bekerja, kemudian harga bahan dasar teknis proyek menjadi mahal sehingga proyek tidak lagi ekonomis. Kami punya pendekatan sendiri. Kami sadar perlu ada solusi yang mudah dan bisa diandalkan. Kami tidak berusaha mendatangkan kereta api terbaru ke sini, melainkan hanya menunaikan tugas membangun jalur kereta api secara efektif,” kata Shigaev.
Kredit: Arsip Russian Railways
Shigaev menambahkan, mereka memahami situasi di Kalimantan karena berpengalaman membuat jalur kereta api terbesar di Rusia. Ia bercerita, beberapa tahun lalu ada rencana pembuatan jalan kereta api untuk menunjang pembukaan tambang batu bara lain di Indonesia. Para pengembang dari luar negeri melihat tanah di Indonesia yang gembur dan menawarkan penggunaan fondasi tiang (pile) untuk pembangunan daerah tersebut. “Bayangkan berapa biaya dan waktu yang digunakan? Sedangkan kami berpengalaman membangun jalur kereta api di wilayah yang sulit karena Rusia memiliki zona iklim yang bervariasi,” ujar Shigaev. Ia menjelaskan, di Rusia bukan hanya ada tanah gembur, tetapi ada pula kawasan rawa yang membeku di musim dingin dan mencair di musim panas. “Kami bisa membangun jalur kereta api di daerah-daerah tersebut dengan fondasi yang stabil. Itu semua tidak menggunakan teknologi yang mahal, melainkan dengan biaya yang cukup murah baik dalam pembangunan maupun perawatan. Dengan teknologi itulah kami datang ke Kalimantan,” ungkap Shigaev.
Menurut Shigaev, saat ini PT Kereta Api Borneo telah melewati tahap studi kelayakan awal dan sedang menyiapkan studi kelayakan akhir. Perusahaan Rusia tersebut juga sedang berusaha mendapatkan lisensi dan ijin, serta persiapan lahan. Akuisisi lahan dan proses tersebut sudah dimulai dan harus selesai dalam waktu 1 tahun.
Realisasi proyek, tutur Shigaev, akan memberikan dorongan kuat untuk pertumbuhan di seluruh pulau Kalimantan. Shigaev menyatakan, jika pembangunan tidak tertunda, pengangkutan pertama batu bara ke pelabuhan melalui jalur kereta api dapat dilakukan pada 2018.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda