Rusia adalah negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia (OPEC mengestimasi seperempat cadangan gas alam dunia berada di Rusia), dan negara kelima terbesar dengan cadangan minyak (berdasarkan data British Petroleum).
Ekaterina LobanovaRusia adalah negara yang penuh dengan misteri dan paradoks. Pernyataan ini didukung oleh dua pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang asing pada mesin pencari Google: “Kenapa Rusia sangat miskin?” dan “Kenapa orang Rusia sangat kaya?”.
Tahun lalu, penyanyi asal Inggris Robbie Williams merilis klip video berjudul “Party Like a Russian” yang menggambarkan gaya hidup orang kaya Rusia dan bagaimana mereka menghabiskan uang. Namun, pada saat yang sama, The Guardian melaporkan adanya peningkatan jumlah orang Rusia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Hal pertama yang terlintas ketika membahas mengenai kekayaan Rusia, tentu saja, adalah sumber daya alamnya. Faktanya, Rusia adalah negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia (OPEC mengestimasi seperempat cadangan gas alam dunia berada di Rusia), dan kelima terbesar untuk cadangan minyak (berdasarkan data British Petroleum). Menurut Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia, pada 2015 lalu produksi bahan bakar minyak dan energi Rusia mencapai 63 persen dari total ekspor negara. Sementara, 43 persen pemasukan negara berasal dari hasil perdagangan minyak.
Tidak ada negara lain di dunia yang memiliki kawasan hutan sebesar Rusia, bahkan volume cadangan air bersih Rusia berada di urutan kedua setelah Brasil. Sebagai negara terbesar di dunia, jelas tidak pantas jika Rusia disebut kekurangan sumber daya alam.
Meski demikian, para ahli ekonomi menilai bahwa ketergantungan Rusia pada hidrokarbon berada pada tingkat yang cukup berbahaya. Hal ini membuat perekonomian Rusia bergantung pada harga minyak bumi. Menurut para ahli, Rusia perlu mengurangi ketergantungan ekonominya pada sumber daya alam.
Harga minyak yang tumbang sejak 2014 hingga 2016 (dari 111 dolar AS menjadi 32 dolar AS per barel), serta sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia, mengakibatkan runtuhnya perekonomian negara. Menurut Badan Statistik Negara (Rosstat), pada 2015 PDB Rusia jatuh sebesar 2,8 persen, hingga pada 2016 harga minyak kembali stabil dan situasi sedikit membaik (PDB menurun sebesar 0,6 persen).
Kendati demikian, PDB Rusia untuk paritas daya beli pada 2016 mencapai 3,75 triliun dolar AS (peringkat keenam di dunia). Konsultan keuangan PricewaterhouseCoopers memperkirakan bahwa Rusia akan tetap bertahan pada posisi yang sama hingga tahun 2050. Menurut Bank Dunia, pada tahun 2015 PDB Rusia per kapita adalah sebesar 9.054 dolar AS per tahun (posisi ke-66 di dunia).
Ahli ekonomi dari kantor berita Interfaxpercaya bahwa Rusia secara bertahap akan keluar dari masa sulitnya dan masuk ke tahap stagnasi. Bagaimanapun juga, saat ini warga Rusia mengalami kesulitan ekonomi: pada 2016, pendapatan masyarakat turun 5,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2016, rata-rata pendapatan orang Rusia berkisar 36 ribu rubel (620 dolar AS). Surat kabar Delovaya Zhiznmelaporkan bahwa rata-rata pendapatan masyarakat Rusia terbilang kecil jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di Eropa Barat, tetapi masih yang paling tinggi di antara negara-negara bekas Uni Soviet lain.
Di sisi lain, menilai apakah ‘orang Rusia kaya atau tidak’ dirasa cukup rumit karena kesejahteraan terpusat pada sebagian kecil kalangan saja. Menurut Laporan Kekayaan Global 2016 oleh Credit Suisse, 74,5 persen dari total kekayaan nasional Rusia dimiliki oleh satu persen populasi negara.
“Data Rosstat menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, persentase ketidakseimbangan kekayaan di Rusia telah menurun, tapi tetap lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain,” kata Elena Grishina, kepala Laboratorium Penelitian Sistem Pensiun dan Perkiraan Lingkungan Sosial di Institut Analisis dan Prediksi Sosial di Akademi Kepresidenan Rusia untuk Ekonomi Nasional dan Administrasi Publik (RANHiGS).
Menurut data Rosstat, jumlah orang Rusia yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 20,3 juta jiwa (13,9 persen dari total populasi saat ini). Mereka adalah warga yang pendapatannya di bawah rata-rata kebutuhan minimum, yaitu sebesar 9.889 rubel (167 dolar AS).
Meski demikian, di tengah resesi dan tingginya ketidakseimbangan di tengah masyarakat Rusia, membesar-besarkan tingkat kemiskinan di Rusia dirasa bukan sesuatu yang pantas, demikian menurut Tim Worstall, ekonom dan kolumnis untuk Forbes.
Sebuah artikel yang dipublikasikanInternational Business Times secara keliru menyebutkan bahwa orang Rusia menghabiskan 50 persen pendapatan bulanannya untuk makanan (sebenarnya hanya 11 – 12 persen). Menanggapi hal ini, Worstall menulis, “Jika orang Rusia benar-benar menghabiskan 50 persen untuk makanan, seharusnya mereka sekarang semiskin Bangladesh atau negara-negara sejenis. Namun kenyataannya tidak benar, bahkan sungguh bertolak belakang dari kenyataan yang ada.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda