Ho Chi Minh, Tokoh Pemersatu Vietnam yang Kerap Dituduh Antek Stalin

Sampai sekarang masih banyak kekeliruan mengenai sang pemimpin Vietnam, terutama karena cerita-cerita palsu mengenai kehidupannya setelah ia meninggal.

Sampai sekarang masih banyak kekeliruan mengenai sang pemimpin Vietnam, terutama karena cerita-cerita palsu mengenai kehidupannya setelah ia meninggal.

RIA Novosti
Dua kali tinggal di Moskow, menghabiskan sebagian besar hidupnya di Moskow pada 1930-an, dan memiliki paham komunisme garis keras, Ho Chi Minh (presiden Vietnam Utara dari 1945 – 1969), sering dikira sebagai antek Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet kala itu. Seorang peneliti Vietnam menepis spekulasi tersebut dengan membeberkan fakta-fakta penting mengenai Ho.

Jauh sebelum Ho Chi Minh menjadi presiden Republik Demokratik Vietnam (biasa dikenal sebagai Vietnam Utara) pada 1945, sang revolusioner Vietnam telah lama hidup berkelana mengelilingi di Eropa. Pada 1920, ketika umurnya masih 30, Ho merupakan salah satu pendiri Partai Komunis Prancis di Paris. Tiga tahun kemudian, ia pindah ke Moskow.

“Lebih dari paham komunis garis keras, seruan Lenin kepada kaum proletar Barat untuk mendukung revolusi nasionalis di negara-negara yang terjajahlah yang menginspirasi Ho Chi Minh,” ujar Nguyen Thanh Khu, seorang peneliti dari ibu kota Vietnam, Hanoi, yang mendalami Uni Soviet pada 1990-an.

“Selain itu, upaya Ho dalam perlawanan rakyat Vietnam terhadap kolonialisme Prancis di Paris juga terdengar sampai kuping penguasa-penguasa di Moskow.”

Selama tiga tahun di Paris, Ho memublikasikan dua jurnal antikolonial.

Membangun Kader di Tiongkok

Di Moskow, Ho Chi Minh belajar di Universitas Komunis Kaum Pekerja dari Timur milik Comintern, sebuah organisasi internasional dari Uni Soviet yang bertujuan menyebarkan paham komunisme di seluruh dunia.

“Uni Soviet belum cukup siap dan kuat saat itu untuk membantu gerakan kemerdekaan di Vietnam, tapi mereka ingin membangun gerakan revolusi di negara-negara terjajah,” ujar Khu.

Setelah dua tahun di Moskow, Ho pindah ke Kanton (sekarang Guangzhou) di selatan Tiongkok, dan bekerja sebagai penerjemah di Badan Telegraf Rusia (sekarang TASS).

Selama delapan tahun berikutnya, Ho berkali-kali ditangkap penegak hukum Tiongkok karena sering kali memobilisasi pendukung komunisme. Untuk menghindar, ia pindah dari satu kota ke kota lainnya di Tiongkok.

Ho ditangkap oleh Britania pada 1931 di Hong Kong, dan dipenjara selama dua tahun. Supaya Ho tidak diekstradisi ke pemerintah kolonialis Prancis, Britania Raya memalsukan kematian Ho lalu membebaskannya. Sang pemimpin Vietnam berhasil bersembunyi di Tiongkok sebelum mendapat cukup uang untuk pindah ke Vladivostok, Uni Soviet, dan berkelana ke banyak kota sebelum tiba di Moskow pada 1934.

Murid di Institut Lenin

“Saat kedatangannya pada pertengahan 1934, Ho tidak disambut layaknya pahlawan. Sebaliknya, ia langsung dikirim ke sekolah Lenin untuk digembleng,” sebagaimana ditulis Sophie Quinn Judge dalam buku “Ho Chi Minh: Tahun-tahun yang Hilang. 1919 – 1941.” Ho kemudian disingkirkan dari Partai Komunis dan Comintern, dan tidak mendapat peran di sana.

Pemimpin Komunis Vietnam Ho Chi Minh, duduk di bawah, dengan beberapa delegasi lain dalam Kongres Komunis Internasional V di Moskow tahun 1924. Sumber: RIA Novosti

Ia kemudian belajar di Institut Masalah-masalah Nasional dan Penjajahan, dan kemudian mengajar di sana hingga 1938.

“Mengetahui bahwa Ho ingin menciptakan sistem nasionalisme dan komunisme khas Asia, tahun-tahun terakhirnya di Moskow adalah pengalaman berharga yang membuatnya mampu memimpin perjuangan melawan orang-orang Prancis dan AS,” ujar Khu. “Tujuan utamanya di Moskow adalah mengubah Tiongkok menjadi komunis dan ramah terhadap Vietnam, lalu menolong negaranya menendang Prancis keluar.”

Tokoh yang Disalahpahami

Khu mengatakan bahwa sampai sekarang masih banyak kekeliruan mengenai sang pemimpin Vietnam, terutama karena cerita-cerita palsu mengenai kehidupannya setelah ia meninggal. Ho sering dianggap sebagai mata-mata Rusia, katanya menambahkan.

“Ho bukanlah kaki tangan Joseph Stalin (pemimpin Uni Soviet kala itu), mereka berdua tidak pernah berbicara langsung sampai 1950,” tulis Quinn-Judge.

Ho akhirnya bertatap muka dengan Stalin dan pemimpin tangan besi Tiongkok Mao Zedong pada awal 1950-an. Uni Soviet dan Tiongkok kemudian mengakui rezim Ho sebagai pemerintahan yang sah di Vietnam Utara.

Ho Chi Minh meninggal sebelum akhir Perang Vietnam, dan para ahli Rusia mengawetkan tubuhnya, yang hingga kini dapat dilihat di Hanoi.

Berkat dukungan Uni Soviet dan Tiongkoklah akhirnya Vietnam Utara dapat mengalahkan AS dan menyatukan seluruh negeri. Hingga kini, Vietnam tetap berpaham komunis, dengan Ho Chi Minh dilihat sebagai sosok berpengaruh.

Dengan reformasi pasar dan keterbukaan terhadap investasi asing, Vietnam menjadi salah satu ekonomi paling cepat tumbuh di Asia. Sekarang di Ho Chi Minh City (bekas Saigon), bendera merah dengan wajah sang pemimpin berkibar leluasa di langit, di depan etalase produk-produk mewah asal Prancis.


Peran Uni Soviet di Asia Tenggara

Membantu Indonesia merebut Irian Barat

Dan menjadi sahabat karib Indonesia, tentu saja

Membantu Thailand menumpas pemberontak komunis

Membantu pembangunan Vietnam pascaperang

Membantu menyingkirkan Khmer Merah di Kamboja

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki