Tujuh Pemandangan Unik yang Biasa Dijumpai Sehari-hari di Kota Moskow

Dua orang turis berjalan dari arah Katederal St. Basil (kiri) dan Menara Spasskaya di Lapangan Merah menuju Lapangan Revolusi di Moskow, Rusia.

Dua orang turis berjalan dari arah Katederal St. Basil (kiri) dan Menara Spasskaya di Lapangan Merah menuju Lapangan Revolusi di Moskow, Rusia.

Fauzan Al-Rasyid
Jika Anda ke Moskow untuk yang pertama kalinya, mungkin Anda akan memperhatikan beberapa pemandangan yang “kurang wajar”. Hal semacam ini tentunya normal terjadi. Seperti kata pepatah, “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Kali ini, RBTH Indonesia akan menceritakan beberapa pemandangan yang lazim akan Anda temui di Moskow, yang mungkin — di satu sisi — tak biasa terjadi di Indonesia.

Saat pertama kali saya ke Moskow, saya langsung diterpa dengan berbagai pemandangan dan situasi yang sangat berbeda dengan Indonesia. Tentu saja, saya tahu bahwa Moskow pasti berbeda dengan ibu kota Indonesia, Jakarta. Namun, saya tak menyangka bahwa perbedaannya begitu membuat saya terpesona. Pada musim gugur lalu, saya ke Moskow untuk yang kedua kalinya. Namun, kota ini tak henti-hentinya membuat saya kagum.

Senyum yang Mahal

Orang Rusia jarang tersenyum. Ini memang suatu stereotipe yang umum, dan saya bisa katakan bahwa ini bukan sekadar mitos. Ini memang fakta yang saya lihat di Moskow. Namun demikian, ini tak berarti bahwa orang Rusia tak ramah. Ada beberapa alasan mengenai kebiasaan orang Rusia yang satu ini, yang jelas bertolak belakang dengan sikap orang Indonesia yang pada umumnya sangat murah senyum.

Sebelum ke Rusia, saya sering mendengar bahwa petugas imigrasi di bandara-bandara Rusia berparas menyeramkan. Sebetulnya, para petugas imigrasi yang mengecek kelengkapan paspor dan visa ini tak bisa dikatakan menyeramkan. Kebanyakan petugas ini bahkan adalah perempuan. Namun, mereka memang hampir tidak pernah memasang wajah rileks. Wajahnya selalu tegas tanpa senyum. Jika Anda baru pertama kali ke Rusia dan bertemu dengan petugas imigrasi Rusia, Anda mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah petugas yang tidak ramah dan siap menghukum Anda. Tentunya, jika seseorang tak mematuhi hukum yang berlaku di negara tersebut, hal Itu bisa saja terjadi. Namun sebenarnya, bagi orang Rusia, tersenyum saat mengerjakan perkerjaan atau bisnis yang penting adalah suatu hal yang tak bisa diterima 

Rasa Aman Sebagai Pejalan Kaki

Hampir semua orang yang tinggal di Jakarta sepakat bahwa masyarakat di ibu kota Indonesia ini tak lagi memedulikan budaya antre dan tertib berlalu lintas. Namun di Rusia, saya sangat takjub dengan budaya antre dan sopan santun di lalu lintas. Di Moskow, dan saya yakin hampir di seluruh tempat di Rusia, pejalan kaki adalah raja. Semua pengguna kendaraan bermotor hormat pada pejalan kaki. Berjalan kaki di Moskow sangat menyenangkan. Anda tak perlu takut tertabrak mobil atau angkutan umum — selama Anda berada di jalur yang tepat.

Di Moskow, orang-orang menyeberang jalan di zebra cross. Ketika Anda hendak menyeberang jalan di zebra cross, Anda akan melihat bahwa kendaraan-kendaraan dari jarak 10 hingga 15 meter telah memperlambat laju kendaraannya demi memberi jalan pada pejalan kaki. Anda bahkan tak perlu melambaikan tangan ke arah pengendara mobil — sebagaimana yang lazim dilakukan di Jakarta ketika kita akan menyeberang jalan — agar memberikan kesempatan bagi si pejalan kaki untuk menyeberang dan agar ia berhati-hati. Tentunya, hal ini adalah suatu hal yang saya anggap “langka” terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Semua Sibuk, tapi Tetap Antre

Semua orang di Moskow tampak sibuk dan tergesa-gesa. Situasi ini hampir mirip dengan yang terjadi di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya di seluruh dunia. Namun, masyarakat kota Moskow punya budaya antre yang sudah sangat mengakar. Satu hal yang sangat saya perhatikan adalah saat saya berada di stasiun metro (kereta api bawah tanah). Tak peduli seramai apa pun kerumunan orang yang hendak naik metro, orang-orang akan tetap mengantre untuk masuk ke dalamnya. Pemandangan ini mengingatkan saya betapa sulitnya untuk masuk ke dalam KRL Jabodetabek di jam-jam sibuk, ketika semua orang berusaha sekuat tenaga untuk bisa masuk ke dalam gerbong kereta tanpa memedulikan penumpang lain yang hendak turun. 

Di Moskow, ada jutaan orang yang menggunakan metro setiap harinya, baik di jam-jam sibuk maupun jam-jam lengang. Ada ratusan orang yang hendak masuk ke dalam metro setiap kali satu metro sampai di suatu stasiun. Namun, alih-alih berdesak-desakan masuk ke dalam metro, orang-orang justru dengan tertib (dan secara otomatis) berdiri di samping pintu-pintu metro (bukan di depannya). Mereka menunggu hingga para penumpang yang akan turun di stasiun tersebut turun semuanya, dan barulah penumpang yang hendak naik mulai menaiki metro satu per satu tanpa ada yang mendorong satu per satu sekalipun situasinya saat itu sangat ramai.

Berjalan di Sebelah Kanan

Berbeda dengan di Indonesia, di Rusia, orang-orang berjalan di sebelah kanan. Hal ini berlaku baik untuk pejalan kaki maupun kendaraan. Tak hanya itu, di Moskow Anda akan melihat orang-orang secara tertib berdiri di sisi kanan tangga eskalator stasiun metro. Hampir tak ada orang yang berdiri berdua memenuhi satu anak tangga eskalator, kecuali jika jumlah orang yang naik eskalator sangat banyak.

 

Video kiriman RBTH Indonesia (@rbth_indonesia) pada

 

Orang-orang sengaja berdiri di sisi kanan agar mereka yang terburu-buru bisa menyalip dan naik atau turun menyusuri eskalator lebih dulu. Bagi orang-orang yang pergi berdua dan hendak mengobrol sambil menunggu eskalator membawa mereka ke lantai yang dituju (saking dalamnya, waktu yang ditempuh dari permukaan hingga stasiun metro di bawah tanah bisa mencapai 1 – 2 menit), mereka akan berdiri berhadapan — di satu anak tangga dan anak tangga di atas atau bawahnya — bukan bersebelahan. Dengan demikian, tidak akan ada orang yang terganggu jika sedang terburu-buru dan hendak menyalip orang yang berada di depannya.

Kota yang Romantis

Ketika kita bicara tentang kota yang romantis di dunia, mungkin kita akan teringat kota Paris di Prancis. Namun, apa yang menjadi parameter romantis atau tidaknya (penduduk) suatu kota? Saya memang belum pernah ke Paris, tapi di Moskow, saya dapat merasakan ada “cinta di udara”. Kenapa begitu? Orang Rusia punya kebiasaan membawa bunga setiap hari. Anda akan melihat di jalanan, di dalam metro, di bus kota — orang-orang membawa bunga. Siapakah orang-orang ini? Bisa siapa saja — tua dan muda, anak-anak dan orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Dia mungkin seorang siswa yang ingin memberikan bunga kepada gurunya, dia mungkin seorang ayah yang hendak menghadiahkan bunga kepada istrinya, atau dia mungkin seorang karyawan yang ingin menyemangati rekan kerjanya di pagi hari. 

Melihat pemandangan ini, saya pun berpikir, tidakkah kota Moskow sangat romantis (penuh kasih sayang)? Orang-orang tidak hanya memberikan bunga kepada kekasihnya, tapi kepada sahabat, orangtua, dan itu semua mewarnai kota Moskow sepanjang hari. Selain itu, Anda akan melihat bahwa mencari toko bunga di Moskow sama mudahnya seperti mencari kios penjual isi ulang pulsa di Jakarta: ada di mana-mana.

Di Moskow Ada Pengemis

Saya pikir, ini adalah suatu fenomena yang hampir pasti ada di seluruh pelosok dunia. Tak hanya di Jakarta, masalah tunawisma dan pengemis juga menjadi suatu masalah tersendiri di Rusia. Sekarang ini, sangat sulit membayangkan kota-kota besar, seperti Moskow dan Sankt Peterburg, tanpa penampakan orang-orang yang berdiri sambil memegang papan tulisan, meminta bantuan di sekitar tempat ibadah, stasiun, atau penyeberangan bawah tanah. Para pengamat sosial memperkirakan jumlah pengemis di Moskow mencapai hampir seribu orang per hari dan ada sekitar 1,5 juta hingga tiga juta tunawisma di Rusia.

Pengemis di Rusia dapat dikategorikan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah pengemis gereja. Kelompok ini didominasi oleh orang yang benar-benar menghadapi situasi kehidupan yang sulit. Sementara kelompok kedua adalah para pengemis di sudut-sudut stasiun serta tempat umum lain. Sebagian pengemis dari kelompok ini merupakan orang yang meminta-minta karena mendapat tekanan dari suatu mafia.

Mengabadikan Sejarah di Stasiun Metro

Presiden pertama RI Soekarno pernah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri. Rusia tumbuh menjadi bangsa yang besar karena tidak lupa dengan sejarah bangsa mereka. Hal ini secara nyata terlihat dari bagaimana Rusia membangun stasiun-stasiun metronya

Terdapat 12 lini dan 196 stasiun Metro di Moskow, dan 44 di antaranya dikategorikan sebagai warisan budaya. Stasiun bawah tanah tercantik di dunia ini disambangi oleh sekitar tujuh juta penumpang per hari dan merupakan sistem tersibuk kelima di dunia.

Arsitektur anggun nan megah menghiasi hampir seluruh stasiun Moksow. Tak hanya itu, siapa pun bisa belajar sejarah dari stasiun-stasiun metro di Moskow. Sama seperti stasiun KRL di Jakarta, nama-nama stasiun metro di Moskow juga kerap diambil dari nama pahlawan era Uni Soviet atau nama kota-kota pada masa itu. Namun, yang membedakan adalah, selalu ada kisah sejarah yang bisa dipetik dari setiap stasiun. Hal ini tecermin dari berbagai patung, lukisan, atau bahkan prasasti-prasasti yang diletakkan di stasiun. Dengan demikian, tak heran jika orang Rusia begitu bangga dengan negaranya karena sejarahnya yang kaya dan kisah heroik era kejayaan di masa lalu terus diabadikan di tempat-tempat publik.

Artikel ini tidak merefleksikan opini resmi RBTH.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki