Banyak pihak yang percaya bahwa para tetangga Rusia telah memanfaatkan isu sejarah untuk kepentingan mereka dan kebijakan mereka sejak lama. Foto: TASS
Pada malam peringatan 70 tahun kemenangan dalam Perang Patriotik Raya, pemerintah Rusia bicara mengenai pentingnya mempertahankan kebenaran sejarah mengenai perang, begitu pula perlunya melawan interpretasi sejarah yang menyimpang.
Beberapa bulan sebelum perayaan tiba, sejumlah pernyataan nyaring muncul terkait peran Uni Soviet dalam kemenangan atas Nazi Jerman. Rusia bereaksi keras setelah Menteri Luar Negeri Polandia Grzegorz Schetyna menyebut bahwa Kamp Konsentrasi Auschwitz dibebaskan oleh Ukraina. Sementara, Perdana Menteri Ukraina mengatakan, "Uni Soviet menginvasi Jerman dan Ukraina pada masa perang."
Presiden Rusia Vladimir Putin menanggapi pernyataan tersebut sebagai "upaya untuk mengubah dan mendistorsi peristiwa perang serta kebohongan yang sinis dan tak bisa disembunyikan, yang bertujuan untuk merusak kekuatan dan wewenang moral Rusia dan mencabut statusnya sebagai negara pemenang perang dengan memanfaatkan spekulasi historis dalam permainan geopolitis".
"Keseleo Lidah"
Akan tetapi, para sejarawan Rusia tak satu suara mengenai apakah masalah yang disampaikan Putin benar-benar nyata.
Sejarawan Nikita Petrov dari Memorial Human Rights Center menilai isu yang disampaikan Putin tidaklah benar-benar ada. "Sesungguhnya, tak ada seorang pun yang berusaha mendistorsi sejarah perang," kata Petrov. Ia menyebut pernyataan Schetyna dan Yatsenuyk sebagai "keselo lidah", "pernyataan verbal," dan "ungkapan emosi", yang tak bisa dianggap serius karena kata-kata tak mencerminkan posisi resmi pemerintahan yang mereka representasikan.
Sementara, Direktur Pusat Sejarah dan Sosiologis Internasional Perang Dunia II dan Konsekuensinya di Higher School of Economics Oleg Budnitsky yakin bahwa masalah distorsi sejarah adalah hal yang dibuat-buat. Ia menekankan bahwa sejarawan profesional di luar Rusia pun tak pernah berupaya menciptakan pemalsuan sejarah.
Propaganda?
Namun, sejauh ini tak semua sejarawan Rusia sepakat dengan pendapat tersebut. Banyak pihak yang percaya bahwa para tetangga Rusia telah memanfaatkan isu sejarah untuk kepentingan mereka dan kebijakan mereka sejak lama.
Menurut Dmitry Andreev, sejarawan sekaligus analis politik di Universitas Negeri Moskow, saat ini musuh ideologis Rusia telah mulai merevisi beberapa fakta penting mengenai Perang Patriotik Raya dan hasil dari perang.
Direktur Historical Memory Foundation Alexander Dyukov juga mengaitkan pernyataan-pernyataan tersebut dengan situasi politik saat ini dan menggunakan negara-negara Baltik sebagai contoh. "Gambar sejarah yang dilukis oleh pemerintah negara-negara Baltik merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat berat," kata Dyukov. Ia menjelaskan bahwa narasi terkait "penjajahan Soviet yang sangat keji" terhadap dua negara Baltik, Estonia dan Latvia, digunakan untuk membenarkan kegagalan mereka dalam menjamin hak-hak orang-orang yang dianggap bukan penduduk, yang kebanyakan merupakan keturunan penutur bahasa Rusia yang tiba di republik tersebut pada masa Soviet.
Dengan melihat hal ini, Dyukov merasa fokus perhatian masyarakat di negara-negara Baltik terkait kejahatan Soviet di masa lalu "tak dipahami sebagai tragedi sejarah yang sesungguhnya" pada era Soviet, yakni deportasi dan semua bentuk represi yang diterima para keturuan bangsa Rusia.
Dyukov juga menyinggung Ukraina dengan menyebut para sejarawan di negara tersebut mencoba "menulis ulang sejarah" selama beberapa tahun terakhir, dengan mengagung-agungkan kejahatan yang dilakukan oleh para nasionalis Ukraina pada Perang Dunia II. "Ini memprovokasi perpecahan dalam masyarakat dan menjadi salah satu alasan terciptanya konflik yang tragis di Ukraina saat ini," kata Dyukov.
Kejujuran dan Kebenaran
Sementara, Nikita Petrov percaya bahwa politisasi subjek ini malah terjadi di Rusia, bukan di negara lain.
"Ketika seseorang di Rusia memulai diksusi yang jujur tentang perang tanpa 'hiasan', ketika esensi represif rezim Soviet terkuak, untuk beberapa alasan kita takut dan berkata, 'kebenaran telah dibelokkan'," terang Petrov.
Sementara, Alexander Dyukov percaya bahwa tak ada masalah serius di Rusia dengan kebocoran informasi terkait periode yang jelas di masa lalu. "Saya tak melihat ada halaman tragis dalam sejarah Soviet yang ditutup-tutupi. Setidaknya saya tak pernah melihat ada orang atau pejabat yang menyangkal represi Stalin dan kelaparan tragis pada 1930-an," kata Dyukov.
Kebenaran Sejarah
Sejarawan yang tak sepakat dengan sudut pandang Dyukov menuduh pemerintah Rusia dan koleganya melabel narasi historis yang disampaikan oleh tetangga-tetangga Rusia, narasi yang menggambarkan periode Soviet, terutama terkait kemenangan atas Fasisme, sebagai warna suram "distorsi sejarah". "Ini dapat dijelaskan dengan peran yang dimainkan oleh Uni Soviet di banyak negara Eropa Timur, ketika Soviet menarik mereka ke komunisme," kata seorang kritikus pemerintah.
Namun, pihak lain menuntut para kritikus untuk membedakan antara perbedaan pandangan mengenai sejarah mereka sendiri yang tak terelakkan dengan prinsip yang melandasi fakta sejarah. "Hitam harus disebut hitam, dan putih adalah putih. Fakta tak boleh dipelintir. Individu boleh menyatakan interpretasi tertentu, namun kebenaran sejarah adalah hal yang berbeda," kata Dmitry Andreev.
Baca juga: Propaganda, Drama, dan Aksi: Mengenang Perang Dunia II Lewat Film Soviet >>>
Prajurit Soviet Dmitry Lavrinenko, Hancurkan 52 Tank Musuh dalam 2,5 Bulan
Penyihir Malam, Resimen Perempuan Soviet Penakluk Perang Dunia II
Restorasi Tank, Hidupkan Kembali Sejarah Perang Dunia II
Konferensi Yalta, 70 Tahun Awal Peperangan Perluasan Pengaruh di Daratan Eropa
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda