Para pilot veteran Perang Patriotik Raya: Mayor Jenderal Konstantin Podburtny, Pakhlawan Uni Soviet Mayor Jenderal Sergey Kramarenko, dan Letnan Jenderal Petr Terekhov di atap Gedung Reichstag. Foto: Vitaly Belousov/TASS
Kabar mengenai peperangan membuat para taruna sekolah penerbangan lengah. "Kami hendak pergi ke sungai untuk berenang. Namun tiba-tiba kami diperintahkan untuk berkumpul di markas melalui pengeras suara dan mendengarkan pesan dari Moskow," tutur Sergei Kramarenko.
Kala itu Kramarenko baru berusia 18 tahun. Ia langsung berganti kendaraan, dari pesawat "pembersih ladang" bekursi ganda, menjadi pesawat tempur generasi terbaru dengan kecepatan maksimal 400-500 kilometer per jam. Pada Desember 1941, ia dikirim ke resimen di Moskow. "Dari 50 pilot yang ada di resimen tersebut, hanya tersisa lima," kenang Kramarenko. Ia kemudian mendapat pesawat LaGG-3 yang memiliki persenjataan lengkap dengan satu meriam dan empat senapan mesin. "Dengan pesawat itu kami mulai terbang," kata sang veteran.
Pertempuran Pertama
Kramarenko secara ajaibnya berhasil bertahan pada pertempuran udara pertamanya. "Kala itu saya berada di garis depan di atas kota Zhizdra. Tiba-tiba Ryzhov (komandan penerbangan) berkata, 'Perhatian, pesawat pembom ada di depan kita. Serang'." Jatuh ke titik musuh secara kilat, Kramarenko tertinggal di belakang. "Tiba-tiba, di depan saya ada dua pesawat yang muncul. Saya melihat salib hitam, Jerman. Mengapa mereka tak bisa melihat saya, saya tak pernah tahu." Ia kemudian menjatuhkan bom, lalu mereka mulai menembaki Kramarenko.
"Apa yang harus dilakukan? Terbang ke atas, saya akan ditembak jatuh. Bergeser ke kanan pun sama saja. Saya kemudian memutuskan terbang di bawah mereka." Proyektil yang mengintainya meleset, namun ia masih dikejar.
"Saya menukik dan naik lagi. Tapi saya sadar tak lama lagi saya akan ditembak." Kramarenko memutuskan untuk melakukan tukikan tajam sekali lagi. "Pesawat berguncang, namun berhasil kembali bangkit. Saya nyaris menabrak atap hutan." Empat puluh tahun kemudian ia baru tahu jika komandan pesawat Jerman melaporkan pesawatnya telah jatuh di hutan. "Hal yang terpenting adalah saya menipu mereka. Mereka pikir saya jatuh ke tanah," kata Kramarenko.
"Saya tahu hidup saya telah berakhir"
Pada 1943, ia adalah satu-satunya anggota resimen yang dikirim ke Skuadron Marsekal Udara, yang memiliki pesawat La-5 yang lebih tangguh. Namun dalam pertempuran di Proskurov (Ukraina), ia mengalami nasib nahas.
Saat diserang oleh skuadron Jerman, sebuah bom mendarat di depan kokpit. "Bom itu meledak di bawah kaki saya, menghantam pipa bahan bakar, bensin tumpah dan kokpit terbakar hebat. Saya terbakar, pesawat saya terbakar." Meski ia telah menurunkan ketinggian dan berupaya membuka parasutnya, kakinya patah saat mendarat di tanah.
Kramarenko sempat tak sadar selama beberapa waktu, namun akhirnya terbangun. "Saya melihat seragam hijau, sebuah tengkorak. Tentara Jerman, Divisi SS. Saya tahu hidup saya telah berakhir."
Seorang letnan mendekat dan bertanya, "Unit apa? Berapa banyak pesawat?" Kramarenko tak merespon. Pasukan tembak diperintahkan untuk melakukan eksekusi. Namun kemudian sebuah keajaiban terjadi: dua petugas Jerman lewat dan tertarik melihat seorang pilot hangus. "Salah satu dari mereka bertanya siapa yang membawa saya ke situ. Mereka berkata, 'Tugas kami adalah menembak tawanan'. Ia kemudian berpikir sejenak dan berkata, 'Tidak'."
Tipus! Jangan Masuk
Kramarenko ditawan, ia terbalut perban, dan luka bakarnya diberi salep. "Sakitnya luat biasa," kata sang pilot. Untungnya, enam hari kemudian Proskurov telah dikepung oleh tentara Soviet. Jerman mulai mengevakuasi wilayah tersebut, dan pada malam hari ledakan mulai diletuskan. Mereka melemparkan granat ke barak. "Saya menunggu mereka untuk mengkremasi kami, hingga pukul 11 malam, kemudian jatuh terlelap. Paginya saya bangun dan ternyata saya masih hidup." Ternyata, terdapat tanda di depan gedung yang menyebutkan, "Tipus! Jangan Masuk." Mereka kemudian memutuskan untuk meninggalkan para penderita tipus dan tentara Jerman yang terluka.
Di rumah sakit tersebut sudah ada delirium, kutu, dan tipus. Indra perasa Kramarenko berfungsi kembali setelah dua minggu. Ada seorang laki-laki di sebelahnya. "Saya bilang padanya, 'Hai kawan, bagaimana saya bisa ada di sini? Kemarin saya dua kali hampir terbunuh, tapi sekarang saya malah ada di rumah sakit.' Ia membalas, 'Kamu mengigau, kamu kena tipus. Tapi sekarang kamu sudah bangun, kamu hidup'."
"Dua tentara Jerman menyelamatkan saya"
Setelah dirawat, Kramarenko kembali bergabung dalam pasukan garis depan. Resimennya ternyata telah menganggap ia tewas saat bertempur. Petugas medis berkata padanya, "Kamu dapat bertempur, tapi kamu tak bisa terbang. Kakimu patah." "Apa maksud Anda? Lihat saya berjongkok!" jawab Kramorenko. "Mereka melihat dan tertawa."
Kembali bergabung dengan pasukan udara, ia kemudian pergi ke Berlin. Saat ditanya mengapa mereka memutuskan untuk tak menembaknya, sang veteran mengangkat bahunya, "Saya juga masih bertanya-tanya tentang hal itu. Mungkin mereka tahu perang telah berakhir dan tak membutuhkan kematian yang tak perlu. Dua tentara Jerman menyelamatkan saya."
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda