Saat ini terdapat sejumlah lembaga pendidikan keagamaan untuk umat muslim di Rusia, namun hanya beberapa dari mereka yang mendapat akreditasi penuh dari pemerintah. Foto: TASS
Para penegak hukum Rusia sekali lagi mengkaitkan hubungan antara propaganda terorisme di tanah air dengan pendidikan yang dijalani oleh para pemuda Rusia di institusi pendidikan Islam luar negeri.
Doktrin Terorisme
Direktur Badan Intelejen Nasional Rusia (FSB) Aleksandr Bortnikov melaporkan beberapa organisasi teroris internasional tertarik merekrut warga Rusia. “Praktik persiapan tokoh pemuka agama asal Rusia di pusat-pusat pendidikan Islam luar negeri bersifat berkelanjutan. Saat mereka pulang ke tanah air, mereka akan menyebarkan propaganda ideologi agama yang bersifat destruktif,” ujar Bortnikov dalam pertemuan Komite Nasional Antiterorisme pada pertengahan Oktober lalu.
Minggu lalu, Wakil Jaksa Agung Rusia Viktor Grin sempat membicarakan intervensi aliran Islam nonkonvensional ke Rusia. “Jika pada era 1990-an intervensi tersebut dilakukan oleh para tokoh pemuka agama luar negeri, kini hal itu menjadi lebih intens akibat banyaknya generasi muda Rusia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan keagamaan”, terang Grin di parlemen negara Rusia. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri dan FSB, Grin mengungkapkan saat ini terdapat ribuan warga Rusia yang telah lulus maupun yang masih belajar pendidikan keagamaan di luar Rusia.
Wakil Ketua Majelis Ulama Rusia bagian Eropa (DUMER) Farid Asadullin berpendapat bahwa lembaga-lembaga pendidikan terkemuka yang memberikan pengetahuan keislaman yang layak, paling banyak terletak di negara-negara Arab. Lulusan dari luar negeri bisa jadi membawa pulang ideologi ekstrem, namun itu semua tergantung dari individu itu sendiri, bukan karena negara tempat lembaga pendidikan atau universitas itu berada. “Tidak ada hubungan langsung antara mendapatkan pendidikan agama dan radikalisasi,” terang Asadullin. “Banyak orang yang mendapatkan pendidikan di negara-negara Islam, termasuk saya, namun tidak ada satu pun kenalan saya maupun saya sendiri, yang menjadi pendukung gerakan radikal.”
“Hal yang lebih menentukan adalah usia ketika Anda pergi belajar. Jika itu terjadi ketika masa remaja, maka ada resiko orang akan terpengaruh ideologi ekstrem, sedangkan bila sudah dewasa, resiko tersebut lebih rendah,” tambah Wakil Ketua DUMER. Pendapat serupa juga diutarakan oleh Mufti Republik Tatarstan Kamil Samigullin beberapa minggu lalu. “Saya pikir, sebelum pergi ke Arab Saudi untuk belajar ilmu keagamaan di luar negeri, para calon pelajar perlu mendapatkan pengetahuan dasar mengenai Islam di sini, di tanah airnya sendiri. Orang-orang dengan pengetahuan nol akan menyerap semua hal, baik yang benar maupun salah seperti layaknya busa. Untuk membatasi diri dari pengaruh yang jahat, maka perlu kemampuan untuk dapat memilah informasi yang masuk. Saat pulang ke negaranya sendiri, merea kadang sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat kita,” tulis siaran pers yang beredar mengutip pernyataan sang mufti.
Anggota Pusat Dewan Pengetahuan Moskow dan pakar ahli Ketimuran Aleksey Malashenko berpendapat, tidak mudah untuk dapat menemukan keterkaitan langsung antara radikalisasi terhadap generasi muda muslim Rusia dengan pendidikan di luar negeri. “Orang-orang membawa ideologi ‘Islam baru’ ke sini dan menyebarkannya ketika mereka menjadi imam-imam di masjid atau menjadi pendakwah. Mereka pun membawa unsur-unsur radikal,” terang Malashenko. Namun menurut Malashenko, definisi radikalisme itu sendiri tidak jelas. “Setiap interpretasi Islam yang tidak lazim secara otomatis digolongkan sebagai radikalisme. Selain itu, tidak ada ‘tembok’ yang membatasi Islam konvensional dan nonkonvensional. Ideologi pun saling melintas dari satu sisi ke sisi yang lain,” tambah Malashenko. Menurutnya, Islam di Rusia lebih bersifat seremonial, sedangkan Islam baru memberikan jawaban terhadap isu-isu aktual, yakni apa itu kekuasaan, pemerintahan, keadilan sosial. Malashenko berpendapat, dalam kondisi-kondisi tertentu, potensi gerakan protes sosial dapat muncul dalam bentuk Islam yang tumbuh di tanah air sendiri.
Pendidikan Agama di Tanah Air
Semua pakar ahli mengungkapkan bahwa pendidikan keagamaan di dalam negeri memiliki kemampuan bersaing yang rendah. Direktur FSB Aleksandr Bortnikov berpendapat, penyelesaian isu mengenai pengembangan sistem pengajaran keagamaan Islam yang berkualitas di lembaga-lembaga pendidikan nasional sudah lama ditunda-tunda.
Wakil Jaksa Agung Viktor Grin menilai bahwa ketidakmumpunan pendidikan agama Islam di Rusia disebabkan oleh kurangnya pendanaan, bila dibandingkan dengan perguruan-perguruan tinggi di luar yang memiliki universitas teologi dengan didanai oleh kas negara sendiri. Sehubungan dengan itu, Grin mengungkapkan bahwa isu mengenai dukungan terhadap pendidikan keagamaan di Rusia, kontrol dari pemerintah, serta pengawasan di bidang ini menjadi hal yang aktual.
Saat ini terdapat sejumlah lembaga pendidikan keagamaan untuk umat muslim di Rusia, namun hanya beberapa dari mereka yang mendapat akreditasi penuh dari pemerintah. Universitas-universitas Islam ternama di Rusia lebih banyak terletak di Moskow, Kazan, dan Makhachkala (719 kilometer dan 1588 dari Moskow). Namun, belum ada konsep tunggal mengenai perguruan tinggi Islam di Rusia.
Pembangunan Masjid di Moskow Diprotes Warga, Mengapa?
Larangan Penggunaan Hijab di Rusia Semakin Ketat
Masjid Yardem, ‘Pertolongan’ bagi Muslim Tunanetra Rusia
Muslim di Rusia, Antara Iman dan Pekerjaan
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda