Kontes membaca Al-Quran di Moskow ini telah masuk ke dalam daftar acara kebudayaan UNESCO dan belum ada acara serupa yang diselenggarakan dengan skala sebesar ini di benua Eropa. Foto: Galina Babich
Qari dari Iran Mehdi Golamnezhad, yang mengikuti kompetisi untuk kategori tilawah (kemahiran membaca Al-Quran dengan baik dan indah) berhasil membuat para penonton tercengang. Lantunan bacaan Mehdi yang mendalam dan penuh perasaan membuat para penonton yang menyaksikannya meneteskan air mata. Sayangnya, qari asal Iran ini tidak berhasil memenangkan lomba tilawah tersebut. Pemenang pertama dalam kategori tilawah di Moskow itu jatuh pada Muhammad bin Ali (27) dari Brunei Darussalam. Cara membaca Ali yang halus dan bernada merdu itu berhasil menyentuh perasaan para juri.
Sementara, untuk kategori hafiz (pembaca Al-Quran yang hafal di luar kepala), kemenangan jatuh pada Omar Anwari Nabrawi (24) asal Arab Saudi yang tampil tanpa cela.
Kompetisi ini benar-benar menjadi tontonan yang menarik, dan seperti yang biasa dikatakan oleh semua panitia penyelenggara kompetisi serupa, “Dalam perlombaan ini tidak ada pihak yang kalah”.
Para juri kontes terdiri dari para profesor dan pakar ahli ternama Al-Quran dari Yordania, Lebanon, Turki, Algeria, dan juga Rusia. Acara ini dihadiri pula oleh qari kawakan asal Arab Saudi, Syekh Saad al-Ghamidi, yang datang sebagai tamu kehormatan.
Ketua Panitia Kontes Zikir Internasional Moskow ke-15, Rushan Abyassov, bercerita bahwa di negara-negara Arab kegiatan seperti ini dilakukan dengan lebih sederhana dan akrab. Di sana, kontes serupa diadakan dengan format yang sangat religius, hanya dihadiri oleh umat muslim dari lingkaran masyarakat yang sangat sempit.
“Kontes di Rusia ini unik, karena menyatukan berbagai suku dan ras. Saya tahu bahwa saat ini banyak penonton non-muslim yang hadir di aula ini, ada yang merupakan mahasiswa perguruan tinggi sekuler, ada pula orang-orang yang hanya ingin tahu apa sebenarnya Al-Quran,” kata Abyassov.
Kontes ini terus berkembang sejak penyelengaraan pertamanya 15 tahun lalu. Lomba yang awalnya dimulai dari kompetisi pengetahuan dua juz Al-Quran di dalam Masjid Agung Moskow berubah menjadi ajang kompetisi yang mendapat pengakuan dari pemerintahan Rusia dan dilaksanakan di salah satu tempat paling bergengsi di ibukota Rusia.
Kontes membaca Al-Quran di Moskow ini telah masuk ke dalam daftar acara kebudayaan UNESCO dan belum ada acara serupa yang diselenggarakan dengan skala sebesar ini di benua Eropa. Kompetisi ini diselenggarakan dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Rusia, Kementerian Kebudayaan Rusia, dan pemerintah kota Moskow.
Setiap tahun, kompetisi ini terus berkembang secara geografis. Tahun ini, kompetisi turut dihadiri oleh kontestan-kontestan baru dari Jerman dan Slovenia. Sejak awal penyelenggaraan, kontes ini telah diikuti lebih dari 160 hafiz dari 60 negara. Pembawa acara kompetisi ini, Dinara Sadretdinova, mengatakan bahwa ajang perlombaan ini merupakan lambang persatuan antara dunia Barat dan Timur.
Dewan Mufti Rusia selaku penyelenggara acara ini berhasil mengubah lomba yang sangat spesifik menjadi sebuah perayaan akbar di Rusia. Saat peserta bersiap diri dan melakukan repetisi di balik pintu-pintu tertutup, para penonton disuguhkan master class yang dibawakan oleh para qari ternama dunia, aksi pengumpulan sumbangan, pameran suvenir kerajinan tangan dan cetakan Al-Quran edisi khusus, serta pembagian majalah-majalah Islami.
Sebuah Al Quran yang dipamerkan di lobi. Foto: Galina Babich
Abyassov berharap atmosfer yang tercipta dari lomba ini dapat membantu perkembangan hubungan toleransi yang baik. “Ketika kami menyelenggarakan acara yang tidak hanya bagi komunitas kami sendiri, melainkan di tempat-tempat umum yang besar, maka acara tersebut diselenggarakan tanpa batasan akses pengunjung. Setiap orang yang berminat dapat berkenalan dengan budaya serta tradisi yang bernuansa Islam di acara tersebut,” tutur Abyassov.
Ia menambahkan, melalui acara seperti ini mereka hendak mematahkan mitos mengenai Islam yang saat ini ada di dunia, termasuk di benak masyarakat Rusia. “Kami sekali lagi menegaskan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan ide-ide radikal. Islam dan Al-Quran benar-benar bersih dari hal-hal tersebut,” ujar Abyassov.
Dalam lima tahun terakhir, empat sekolah hafiz Al-Quran berhasil didirikan di Chechnya, dan sekolah kelima sedang dalam tahap pembangunan. Selain itu, sekolah-sekolah yang sama pun dibuka di Dagestan, Ingushetia, serta Bashkortostan. Sejak 2003, pusat persiapan hafiz Al-Quran di bawah Universitas Islam Rusia di Kazan, Republik Tatarstan, sudah mendidik para hafiz, baik laki-laki maupun perempuan.
Para pengawas sekolah itu mengatakan, misi utama pusat pengajaran seperti itu adalah menumbuhkan kembali rantai hafiz serta qari yang sempat terputus di Rusia, menjaga keberlangsungan tradisi Islam, serta menumbuhkan generasi baru pakar ahli kitab suci Islam di Rusia.
Bacaan Al-Quran diajarkan dalam kurun waktu beberapa tahun, tergantung daya serap para pelajar, dengan mematuhi semua aturan resitasi Al-Quran dan tajwid yang ada. Secara paralel, para qari Al-Quran juga mempelajari fikih (kewajiban dan hak manusia sebagai hamba Allah), akidah (iman kepercayaan), akhlak (tingkah laku baik), tafsir (interpretasi Al-Quran), dan tentu bahasa Arab. Itulah program pendidikan tradisional secara Islam.
Para peserta lomba hafiz asal Rusia, yakni Wahid Askhabov dari Republik Chechnya dan Magomed Aligajiyev dari Dagestan, berhasil melalui babak penyisihan pada Juli lalu, namun mereka tidak berhasil memasuki babak final dan harus mengakui kekalahan dari para hafiz dan qari asal negara-negara Arab, Brunei, Iran, dan Turki. Sebelumnya, para qari asal Rusia pernah menjadi pemenang di berbagai kontes intenasional. Pada 2012 lalu, qari asal Dagestan Bilyal Abdulkhalikov (13) berhasil menjuarai Kontes Zikir Al-Quran Internasional di Bahrain.
Renat Nezametdinov, redaktur utama salah satu portal berita muslim Rusia, datang ke acara tersebut bersama istri dan seorang anak perempuannya.
Nezametdinov bercerita ia dan istrinya sengaja membawa anak mereka agar ia suka mendengarkan Al-Quran. “Tahun ini dia sudah masuk ke madrasah, dan ia perlu tahu bagaimana seorang qari sesungguhnya membaca kitab suci dengan tanda diakritik yang benar berdasarkan aturan-aturan tajwid. Mungkin di kemudian hari anak saya dapat ikut serta dalam kompetisi ini,” kata Nezametdinov.
Sebagai seorang pakar bahasa Arab, Nezametdinov mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan para peserta sulit diketahui bila seseorang tidak tahu tentang Al-Quran atau tidak ada teks tertulis di hadapan mereka.
“Hafiz Al-Quran sangat banyak, dan saya pikir tidak hanya di antara juri saja, tapi juga di dalam ruangan ini. Lomba ini perlu dilakukan dengan menggunakan prinsip 'di dalam Al-Quran tidak mungkin ada kesalahan'. Jika qari melakukan sebuah kesalahan, maka Anda akan mendengar bunyi panggilan. Itu menunjukkan bahwa apa yang tertulis dalam Al-Quran tidak bisa diubah-ubah. Di sini terkandung makna penting bagi para penonton: Al-Quran adalah wahyu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, dan akan tetap seperti itu hingga hari penghakiman,” kata Nezametdinov.
Naile, istri Nezametdinov yang berprofesi sebagai pengajar di pusat bimbingan bagi umat Islam menambahkan, “Ketika di sekitar kita kini bermunculan berbagai tulisan serta internet, kita sebagai orang dewasa sudah tidak terlalu memikirkan penjagaan isi dan makna Al-Quran. Padahal ketika anak-anak mempelajari surah (pembagian dalam Al-Quran), mereka memperhatikan dengan serius cara pelafalan yang benar serta isi dari surah itu sendiri.”
Sementara orangtuanya berbincang dengan kami, anak perempuan berusia tujuh tahun itu berlari masuk ke dalam ruangan, mencari tempat untuk mendengarkan dan belajar isi Al-Quran.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda