Sekelompok masyarakat pribumi taiga Siberia melintasi sungai yang membeku. Langit kelabu dan angin makin kencang: badai akan datang. Mereka membongkar perlengkapan mereka, mengeluarkan drum besar, dan mulai menabuhnya.
“Apakah kamu akan pergi ke timur?” Seorang gadis dengan pakaian tradisional berwarna-warni dan rambut hitam panjang meratap. “Kalau begitu berhati-hatilah!” Kemudian terdengarlah alunan lagu yang bisa dikategorikan sebagai musik rok etnik: ada nyanyian tenggorokan, bunyi keyboard yang meniru gitar listrik, hentakan drum, dan tarian. Tak hanya itu, ada pula instrumen yang tampak seperti gitar bass yang terbuat dari sesuatu yang terlihat seperti tengkorak binatang besar, dan ternyata Anda memang tidak salah lihat.
Inilah OTYKEN, dan begitulah intro lagu “Storm” mereka.
Anggota grup musik ini semuanya adalah penduduk asli Siberia. Dalam enam bulan, lagu mereka memperoleh lebih dari empat juta penayangan di YouTube. Saat ini, lagu OTYKEN dimainkan di pesta-pesta di Eropa dan sekitarnya, sementara tahun ini mereka dinominasikan untuk penghargaan Grammy untuk lagu mereka yang berjudul “Genesis”.
Kelompok itu berasal dari Krasnoyarsky Krai, di jantung Rusia Utara. Didirikan pada 2019, grup ini digagas oleh Andrey Medonos, direktur museum etnografi setempat. Gaya mereka mengingatkan kita pada campuran antara rok, R&B dan elektronika etnik, lengkap dengan nyanyian tenggorokan.
Yang tak kalah menarik, mereka bernyanyi dalam tiga bahasa: bahasa Chulym, Khakassia, dan Rusia. Semua anggota band adalah perwakilan dari kelompok etnis Chulym, Ket, dan Selkup. Semuanya pun berasal dari desa-desa kecil di taiga terpencil — tidak ada kedai kopi, apotek, atau bahkan listrik.
“Orang-orang di desa saya hidup dari menangkap ikan. Jika Anda terlahir sebagai laki-laki, Anda akan memancing. Anda tidak harus menyukainya, tetapi Anda akan melakukannya,” kata Azyan, pemimpin dan vokalis OTYKEN. Ia berasal dari Desa Chulym, sebuah desa kecil yang hanya berpenduduk 200 orang. Menurut salah satu mitos, Chulym adalah nenek moyang orang Turki, tetapi ada juga yang bilang bahwa mereka meneruskan DNA-nya ke orang proto-Ainu Jepang dan suku asli Amerika.
“Ayah saya juga memancing. Anda menangkap satu dan harus segera memakannya. Segera setelah Anda berlabuh, Anda harus memotongnya saat masih hidup, mengulitinya, dan memakannya dengan cepat. Itulah satu-satunya cara,” kata Azyan. Sebagaimana teman-temannya, dia meninggalkan tur pada musim panas dan mengunjungi keluarganya di taiga. Kanal YouTube OTYKEN bahkan memiliki video tentang cara mengumpulkan madu liar, cara membumbui dan mengawetkan hasil tangkapan liar, bahkan instruksi tentang cara melukis di atas propolis (lem lebah)!
Nama OTYKEN itu sendiri berasal dari kata Turkik yang berarti ‘tempat suci para pejuang meletakkan senjata dan berdiskusi’.
Menurut Medonos, OTYKEN dikenal berkat turis asing yang tertarik dengan kehidupan orang-orang Siberia. Orang Amerika Selatan dan Utara serta Kanada sering berkunjung. Mereka sering kali mencari kesamaan dengan budaya mereka sendiri. Pada awalnya, OTYKEN memiliki suara yang lebih otentik dan tradisional, tetapi untuk memperluas jangkauan, grup musik ini mulai memperkenalkan elemen asing. Lagu-lagu mereka viral di TikTok dan pelan-pelang menjadi tren di tempat lain.
Kostum mereka pun diimprovisasi: itu bukan pakaian tradisional asli, tetapi campuran elemen tradisional dan modern. Anda akan sering melihat kulit binatang, bulu, dan, elemen tradisional digabung menjadi satu.
Sementara itu, prinsip yang sama juga diaplikasikan pada alat-alat musik yang mereka mainkan. “Alat musik paling tidak biasa yang kami miliki adalah morin khuur (alat musik senar Mongolia) yang terbuat dari tengkorak kuda. Kami juga memiliki instrumen dan pakaian lain: maraas, terompet …,” kata Tsveta, yang memainkan harpa Jaw.
Sejauh ini, promosi berjalan lancar — para penonton Barat bahkan lebih mengenal grup musik ini daripada penonton dalam negeri. Versi remix lagu mereka kerap dimainkan oleh Jaydee, seorang DJ dan produser Belanda, yang sering bekerja sama dengan bintang musik trance Armin van Buuren. “Kami ditawari banyak kolaborasi dari DJ terkenal dunia. Kami mengirimi mereka sampel audio, mereka menggabungkannya (dan) memutarnya di radio-radio Eropa, Amerika, India, dan di berbagai festival,” kata Medonos.
Semua strategi di atas berdampak positif pada ide sentral proyek ini: mereka hadir demi memastikan bahwa musik etnik dan budaya masyarakat adat sama sekali bukan sesuatu yang kuno. “Kami membuat grup musik untuk melestarikan cerita rakyat. Sebuah (era) baru tiba dan saya merasa semuanya memudar,”tambah Azyan. Sensus seluruh Rusia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa hanya 355 orang Chulym yang tersisa, dan hanya 44 orang saja yang masih berbicara bahasa asli mereka.
Pembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda