Tradisi Indonesia dalam Bingkai Fotografer Rusia

Dramatisasi “perang suku”di Lembah Baliem, Papua.

Dramatisasi “perang suku”di Lembah Baliem, Papua.

Sergey Kovalchuk
Indonesia tak hanya memiliki kekayaan alam, tetapi juga keanekaragaman budaya, tradisi, dan kehidupan masyarakat. Fotografer dan kurator foto Rusia Sergey Kovalchuk mengabadikan berbagai keunikan budaya dan tradisi Indonesia, dan menyajikannya dalam buku dan pameran foto bertajuk “Indonezia, Territoria Vekovykh Traditsii” (Indonesia, Wilayah Tradisi Kuno).

Pameran berlangsung di Museum Nasional Seni Oriental Moskow dari tanggal 29 Mei sampai 16 Juni 2019. Sebanyak 20 foto berukuran 300 x 208 cm dan 208 x 140 cm dipamerkan di pekarangan museum, yang juga memiliki ribuan koleksi benda seni Indonesia itu.

Pameran foto berlangsung di Museum Nasional Seni Oriental Moskow.

Di antara foto-foto yang dipamerkan terdapat foto tradisi Pacu Jawi, potret pengantin Minangkabau, Lompat Batu Nias, perayaan Idulfitri, pertunjukan kesenian Bali, dan kehidupan masyarakat Asmat Papua.

Pacu jawi (dari bahasa Minang:

Sementara, pada buku setebal 484 halaman, Kovalchuk menyajikan 700 foto keanekaragaman budaya dan tradisi Indonesia, yang kebanyakan di antaranya telah ada sejak zaman dahulu kala.

Kubur Batu di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Melalui buku tersebut, Kovalchuk ingin menunjukkan kepada masyarakat Rusia bagaimana tradisi perayaan, ritual, upacara adat, perlombaan, pertunjukan, tarian, musik, serta kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa di antaranya luput dari perhatian banyak turis. Contohnya saja, acara Bali Art Festival yang kalah populer dari atraksi wisata Tari Kecak.

Pertunjukan gamelan perempuan pada acara Bali Art Festival di Pulau Bali.

“Bagi saya yang menarik adalah kehidupan masyarakat, gaya hidup, dan tradisinya. Banyak turis yang mengunjungi Bali menonton Tari Kecak, tetapi saya lebih tertarik pada acara Bali Art Festival yang pengunjung utamanya adalah orang lokal,” ujar Kovalchuk. “Bagi saya, itu merupakan atraksi budaya yang lebih nyata,” tambahnya.

Pengantin perempuan di pesta pernikahan tradisi Minangkabau, Sumatra Barat.

Sergey juga mengaku nekat mendatangi resepsi pernikahan adat Minang Kabau  yang tak sengaja ia temui dalam perjalanan saat berada di Bukit Tinggi. Ia meminta pemandu yang mendampinginya untuk menanyakan kepada tuan rumah, apakah dia diperbolehkan untuk mengabadikan acara tersebut. Sang pemilik hajat pun dengan senang hati mempersilahkan.

Umat Islam melaksanakan salat Id di Palu, Sulawesi Tengah.
Pelepasan lentera terbang pada perayaan Waisak di
Candi Borobudur, Jawa Tengah.

Kovalchuk mengaku bahwa foto-foto pada pameran dan bukunya itu hanyalah sebagian kecil dari koleksi dokumentasinya. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia pada 2010, Kovalchuk sudah 14 kali mengunjungi Indonesia, mulai dari Sumatra hingga Papua.

Aksi debus dalam rangkaian Tari Piring, tarian khas Minangkabau, di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Ritual Tradisi Bakar Batu di Lembah Baliem, Papua.

Sepulangnya dari kunjungan pertamanya, Kovalchuk menggelar pameran di Moskow pada 2011 dengan menampilkan pemandangan, gunung berapi, candi, dan aktifitas masyarakat Indonesia, yang juga ia bukukan. Kunjugan keduanya ia lakukan pada 2015, dan tiga tahun belakangan, kunjungan itu semakin sering hingga mencapai 12 kali kunjungan.

Peziarah di kaldera Gunung Bromo pada perayaan Kasada, Jawa Timur.
Ritual Lempar Sesaji pada perayaan Kasada di Bromo, Jawa Timur.

Kovalchuk menjelaskan, proses pembuatan bukunya memakan waktu yang cukup panjang. Sejak memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada 2016, ia belum tahu buku seperti apa yang akan dibuat. Berbagai gagasan muncul, dan setahun kemudian mengerucut pada tradisi yang masih ada di Indonesia saat ini.

Sergey Kovalchuk.

“Ketika saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia tiga tahun lalu, awalnya saya tidak tahu buku apa yang bisa saya buat. Indonesia negara yang sangat besar yang memiliki alam yang kaya, kehidupan masyarakat yang beraneka ragam, tempat-tempat bersejarah, gunung berapi, sangat banyak pilihan. Awalnya, sempat terpikir untuk membuat beberapa buku, seperti buku Jawa, buku Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya. Namun akhirnya, saya memutuskan untuk membatalkannya dan mengkhususkan pada tradisi yang eksis di Indonesia saat ini. Beberapa di antaranya adalah tradisi kuno,” terang Sergey.

Sergey Kovalchuk menunjukkan buku “Indonesia, Wilayah Tradisi Kuno”.

Penggarapan buku melibatkan dua editor, Natalia Gozheva dan Galina Sorokina yang lebih berfokus pada pengerjaan teks. Menurut Natalia, foto-foto karya Kovalchuk sangat menarik dan unik karena beberapa tempat yang dia kunjungi bukanlah daerah wisata.

Sergey Kovalchuk berfoto bersama Duta Besar RI untuk Federasi Rusia M. Wahid Supriyadi (kedua dari kanan), Direktur ASEAN Center MGIMO Victor Sumsky (kiri), dan Editor Natalia Gozheva saat peluncuran buku dan pembukaan pameran di Museum Nasional Seni Oriental Moskow, Rabu (29/5).

Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia M. Wahid Supriyadi yang hadir pada pembukaan pameran dan peluncuran buku pada 29 Mei lalu sangat mengapresiasi upaya Kovalchuk dalam penyelenggaraan pameran foto tentang Indonesia di Rusia. Menurutnya, apa yang disajikan Kovalchuk adalah sisi lain dari tradisi Indonesia, sehingga ini dapat lebih memberikan pemahaman budaya dan tradisi Indonesia kepada masyarakat Rusia.

Tarian Caci, pertarungan adu cambuk satu lawan satu yang menjadi bagian dari ritual Penti di Desa Waerebo, Flores.
Penambangan emas dan berlian secara tradisional di Kalimantan Barat.

Pada kesempatan yang sama, Wahid mengundang Kovalchuk untuk memamerkan hasil karyanya di Festival Indonesia pada 1 – 4 Agustus mendatang di Moskow.

Setelah di Museum Nasional Seni Oriental, pameran foto akan dilanjutkan di VDNKh, Moskow, pada 19 Juni – 7 Juli 2019, dengan lebih banyak foto yang dipamerkan, yakni 80 foto dengan ukuran yang juga lebih besar.

Munculnya kamera Kodak di Rusia menyebabkan ledakan fotografi amatir pada awal abad ke-20. Foto-foto yang dihasilkan kebanyakan berupa pemandangan istana dan interiornya yang indah, serta kehidupan sehari-hari di Kekaisaran Rusia. 

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki