Hari Pertama di Jakarta

Saya bersama dua orang teman saya yang juga peserta BSBI, Aira Yoshida dari Filipina (kiri) dan Nurlaily Fitri dari Indonesia. Foto: penulis

Saya bersama dua orang teman saya yang juga peserta BSBI, Aira Yoshida dari Filipina (kiri) dan Nurlaily Fitri dari Indonesia. Foto: penulis

Program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia. Setiap tahun, sekitar 70 orang dari seluruh dunia bepartisipasi dalam program ini. Tahun ini ada 68 orang dari 46 negara.

Selama minggu pertama  kami semua dilatih di Jakarta, juga ada  acara pembukaan resmi dan program budaya. Kemudian kami dibagi menjadi beberapa kelompok (12 orang masing-masing) dan didistribusikan di salah satu dari enam kota di Indonesia: Surabaya, Makassar, Denpasar, Solo, Bandung, dan Jogja.

Di Jakarta, kami semua tinggal di hotel Alia Cikini. Katya, teman kuliah saya, dan saya pikir kami akan tinggal bersama, namun penyelenggara memutuskan untuk memperkenalkan para peserta satu sama lain, jadi kami tinggal dengan peserta dari negara lain. Teman sekamar saya, Stephanie, bersal dari Suriname.

Seluruh koper peserta BSBI ketika tiba di Hotel Alia Cikini, Jakarta. Foto: penulis

Setelah tiba di hotel, kami segera bisa makan malam, tapi ternyata saya tidak bisa makan apa pun selain makanan yang saya tahu, yaitu nasi dan buah-buahan. Semua makanan sangat pedas dan tidak biasa bagi saya. Dulu, waktu di Rusia, ada teman yang bilang kepada saya bahwa di Indonesia tidak boleh minum air dari keran. Untuk hal ini juga harus membiasakan diri terlebih dahulu. Saya suka di sini gelas plastik air dan sedotan, saya belum pernah melihat sesuatu seperti itu! Hal ini sangat nyaman dan luar biasa!

Saya sangat suka dengan gelas plastik di sini. Di Rusia, tidak ada yang seperti ini. Minum air dari keran di Rusia sangat wajar, tapi di sini tidak. Foto: penulis

Dua hari pertama di Jakarta, kami beristirahat setelah perjalanan. Pada hari pertama kami pergi menukar dolar ke rupiah di resepsi hotel, itu sangat sulit pada awalnya untuk membiasakan diri dengan kenyataan bahwa kami adalah jutawan (jumlah nol dalam mata uang rupiah sangat banyak—red.)! Lebih sulit adalah ingat nilai rupiah terhadap dolar AS. Saya ingat ketika kami pertama kali datang ke supermarket, saya lama menghitung berapa harganya barang di sana, apa itu mahal atau murah. Itu sangat menarik mempelajari nama-nama buah-buahan eksotis, tapi pada awalnya saya sangat takut untuk mencobanya, dan hanya membeli jeruk dan pisang.

Setiap hari kami pergi ke kafe toko 7-Eleven, saya benar-benar menyukai ide ini: di toko bisa beli makanan dan kemudian duduk dengan meja yang disediakan. Kami pergi ke sana bersama Stephanie, teman sekamar saya. Kami menjadi teman baik, meskipun kami sangat berbeda! Stephanie selalu tidur dengan lampu yang menyala, dia menjelaskan bahwa di Suriname banyak orang mempunyai kebiasaan seperti ini. Pada akhir minggu saya sudah terbiasa hingga saya tidak bisa tidur tanpa cahaya. Sebelumnya, saya tidak bisa berpikir saya akan kenal orang-orang dari negara-negara jauh seperti Suriname, Fiji, Tonga... Ini bagus untuk mengetahui bagaimana orang-orang itu hidup.

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki