Sepanjang 2014, Penggemar Sepak Bola Rusia Dihujani Kekecewaan

Pemain Bayern, Dante dari Brasil (kedua dari kiri), dihentikan wasit Olegario Benquerenca setelah melakukan pelanggaran terhadap pemain CSKA Alan Dzagoe (kanan) dalam pertandingan sepak bola grup E Liga Champions antara FC Bayern Munich dan CSKA Moscow di Munich, Jerman, (10/12). Foto: AP

Pemain Bayern, Dante dari Brasil (kedua dari kiri), dihentikan wasit Olegario Benquerenca setelah melakukan pelanggaran terhadap pemain CSKA Alan Dzagoe (kanan) dalam pertandingan sepak bola grup E Liga Champions antara FC Bayern Munich dan CSKA Moscow di Munich, Jerman, (10/12). Foto: AP

Sejumlah hasil mengecewakan dan skandal di luar lapangan membuat penggemar sepak bola Rusia tak punya banyak hal untuk dirayakan.

Tersingkirnya CSKA Moskow dan Zenit Saint Petersburg dari Liga Champions beberapa minggu lalu menutup tahun yang mengecewakan bagi sepak bola Rusia. Tersingkir dengan memalukan dari fase penyisihan grup Piala Dunia, penampilan buruk dalam kualifikasi Piala Eropa, dan berlanjutnya skandal yang melibatkan rasisme, memberi Rusia banyak pekerjaan baik di dalam maupun di luar lapangan menjelang 2018, saat Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia kelak.

Impian prestasi Liga Champions tahun ini sudah berakhir bagi Rusia. Dengan kekalahan juara bertahan Rusia CSKA Moskow 3-0 dari Bayern Munich Rabu lalu, kesempatan terakhir Rusia untuk lolos ke babak penyisihan pun lenyap. Sehari sebelumnya, pemimpin klasemen liga Rusia Zenit Saint Petersburg telah terlebih dahulu tersingkir dari Liga Champions setelah kalah 2-0 dari Monaco. Meski demikian, keduanya memberi perlawanan yang cukup baik saat berjuang untuk lolos dari grupnya masing-masing.   

Sulit menyatakan hal yang sama untuk tim nasional Rusia dalam Piala Dunia musim panas ini. Dalam kesempatan yang seharusnya dijadikan ajang unjuk gigi sebelum menjadi tuan rumah perhelatan tersebut pada 2018, Rusia malah jadi bulan-bulanan dengan gagal meraih kemenangan melawan Belgia, Aljazair, dan Korea Selatan, yang notabene bukanlah tim adidaya dalam bidang ini.

Setelah kejuaraan berakhir, pembubaran tim diwarnai aksi saling menyalahkan. Sejumlah politisi Rusia menyalahkan pelatih berbayaran tinggi Fabio Capello, yang konon dengan gaji mencapai 11 juta dolar AS per tahun menjadikannya sebagai pelatih tim nasional berbayaran tertinggi di dunia, namun tak mampu memberi hasil yang sepadan.

Hal yang lebih parah tercermin saat ketika Rusia memulai kualifikasi Piala Eropa 2016 dengan sangat buruk, kalah dari Austria dan gagal mengalahkan tim kecil Moldova, hingga kini berada di posisi ketiga klasemen grupnya. Tim Rusia pimpinan Capello menutup tahun hanya dengan satu kemenangan dalam delapan laga terakhir, dan kemenangan itu diraih saat melawan tim lemah Liechtenstein.  

Capello memiliki banyak masalah yang harus ia selesaikan segera. Jika ia dipertahankan sebagai pelatih, Capello harus mulai membangun tim untuk Piala Dunia 2018—dan itu tak akan mudah. Sejumlah pemain kunci tim Rusia saat ini akan terlalu tua pada 2018. Sementara, tidak ada bakat muda yang muncul, salah satunya akibat dampak yang tertunda dari pergolakan dan kemiskinan masyarakat Rusia pada 1990-an, saat pemain muda seharusnya mulai berlatih dan memasuki akademi sepak bola.

Sama kronisnya dengan tim nasional, masalah di luar lapangan juga menodai pencapaian klub-klub Rusia di dalam lapangan. Sejumlah kasus rasisme yang berulang kali dilakukan oleh penggemar membuat UEFA menjatuhkan sanksi kepada CSKA sehingga klub itu memainkan seluruh pertandingan kandang Liga Champions mereka tanpa penonton. Selain itu, ada berbagai kasus yel-yel meniru suara monyet yang ditujukan pada pemain berkulit hitam di sejumlah pertandingan Liga Rusia.

Jatuhnya nilai mata uang Rusia juga mengakibatkan masalah bagi klub Rusia yang kebanyakan memiliki anggaran dalam rubel namun membayar gaji pemain dalam euro. Para pemain mendapatkan nilai gaji yang sama, tetapi biaya yang dikeluarkan klub melonjak drastis.   

Dengan Piala Dunia di pelupuk mata, masa depan sepak bola Rusia seharusnya terlihat cerah, tetapi tahun ini masa depan itu terlihat jauh dari jangkauan. Sebagian persoalan yang ada hanyalah masalah sementara, seperti penampilan buruk di lapangan, sedangkan masalah lain, terutama maraknya rasisme di antara penonton, akan membutuhkan upaya berkelanjutan untuk memecahkannya. Itu bukan tidak mungkin, tapi butuh pemimpin sepak bola yang mau mengesampingkan perselisihan mereka dan bekerja bersama demi persepakbolaan Rusia yang lebih baik.

Ingin tahu lebih banyak mengenai perkembangan persiapan Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018? Baca lebih lanjut. >>>

Artikel Terkait

Barat Wacanakan Pemboikotan Piala Dunia 2018 di Rusia

UEFA Pisahkan Klub Rusia dan Ukraina di Turnamen Eropa

Tiga Tantangan Rusia untuk Gelar Piala Dunia 2018

Gunakan Jasa Fabio Capello, Rusia Ibarat Membeli Kucing dalam Karung

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki