Rusia Berambisi Taklukan Formula One

Juara Dunia Sebastian Vettel sedang melakukan sesi uji coba di sirkuit Sochi untuk Grand Prix Rusia 2014. Foto: AP

Juara Dunia Sebastian Vettel sedang melakukan sesi uji coba di sirkuit Sochi untuk Grand Prix Rusia 2014. Foto: AP

Bisakah Rusia menjadi kekuatan besar yang diperhitungkan di Formula One? Terdengar aneh memang, tapi itu mungkin saja terjadi.

Pada 2010, ketika Rusia mendapatkan hak untuk menyelenggarakan F1 pertama kalinya, sirkuit di Olympic Park, Sochi, masih berupa tanah berlumpur. Sekarang, enam bulan sebelum balapan pertama akan berlangsung, kondisi sudah jauh berbeda.

Daniil Kvyat, pembalap F1 dari Rusia, melaju dengan sangat cepat dan berhasil menorehkan prestasi. Kvyat muncul satu tahun setelah Vitaly Petrov, orang Rusia pertama yang berpartisipasi dalam F1, meninggalkan olahraga tersebut. Namun Kvyat terlihat seperti pembalap dari generasi yang berbeda. Kvyat baru berusia 19 tahun dan merupakan wajah baru, sementara Petrov berusia sepuluh tahun lebih tua. Perbedaan yang menonjol di antara mereka adalah soal gaya.

Selama tiga tahun bergelut dalam Formula One, Petrov kadang terlihat kebingungan, bagaimana ia bisa masuk F1 dan ke mana ia akan melaju. Di masa keemasannya, ia cukup gemilang dengan berhasil meraih podium di Grand Prix Australia 2011. Namun, saya ingat betul video dalam mobilnya yang menampilkan bagaimana ia hanya bisa memutar-mutar setir ketika meluncur ke arah pembatas di Malaysia, tak berdaya karena kolom kemudinya patah.

Kvyat sangat berbeda. Pertama, ia fasih berbahasa Inggris, Spanyol, dan Italia serta bahasa ibunya, Rusia. Hal itu memudahkannya berdiskusi tentang detail setelan mobil dengan para mekaniknya di Toro Rosso.

Kvyat adalah sosok yang menarik dan nyaman berinteraksi dengan media. Kriteria tersebut sesuai untuk kebutuhan deretan konferensi pers dan acara perusahaan yang harus diikuti seorang pembalap F1 modern. Namun, ia terkesan sedikit dingin. Kvyat jelas lebih suka mendiskusikan keruwetan peralatan teknis, sementara Petrov lebih senang bercerita mengenai keinginannya. Petrov pernah dengan gembira berkata kepada sekelompok wartawan, termasuk saya, betapa ia ingin “kembali meraih sepuluh besar dan menaklukkan Formula One.”

Di lintasan sirkuit, Kvyat adalah pembalap istimewa. Saya melihatnya pertama kali pada 2012, ketika ia tampil memukau dalam dua balapan Formula Renault 2.0 di Sirkuit Balap Moskow yang baru dibangun. Ia dapat dengan cepat beradaptasi dalam lintasan sirkuit yang belum pernah digunakan sebelumnya.

Kvyat memenangkan seri GP3 tahun lalu. Sebagai seorang pemula, hal itu merupakan awal yang baik untuk karirnya di F1. Ia meraih tiga poin dari dua balapan pertamanya di Albert Park, Melbourne, dan Sepang, Malaysia. Padahal, ia belum pernah melakukan balapan di kedua sirkuit tersebut sebelumnya. Di Bahrain, ia juga tampil cukup baik dengan meraih tempat ke-11. Selanjutnya, Kvyat mungkin akan berusaha meraih poin di Shanghai hari Minggu nanti.

Toro Rosso dengan moncongnya yang panjang seperti belalai tentu tidak cukup cepat untuk menjadi pemenang balapan. Namun, setidaknya mobil tersebut mampu menopang Kvyat dalam perebutan beberapa tempat sepuluh besar di musim ini.

Kvyat adalah satu-satunya orang Rusia yang akan mengikuti balapan Grand Prix Rusia di Sochi bulan Oktober mendatang. Petrov bersama tim papan bawah Caterham gagal mendapatkan tempat tahun lalu, sehingga ia akan menghabiskan 2014 di seri mobil tur DTM Jerman. Kecil harapan Petrov dapat kembali ke F1.

Pemula yang potensial bisa saja muncul dalam tahun-tahun mendatang, salah satunya Sergei Sirotkin yang merupakan pembalap termuda sepanjang sejarah F1. Musim ini ia beraksi bersama tim asal Swiss Sauber. Sayangnya, ada keraguan tentang kurangnya pengalaman dan perjanjian sponsor yang tidak jelas. Sauber menyatakan masih berminat membawa karir Sirotkin kembali ke F1, tetapi pembalap 18 tahun ini terpaksa harus menghabiskan 2014 di seri Formula Renault 3.5, tempat ia berada di posisi empat klasemen setelah dua balapan.

Pembalap Rusia lain yang menjanjikan ialah Nikolai Martsenko yang juga berlomba di Formula Renault 3.5.

Di seberang Atlantik, pembalap kelahiran Moskow, Mikhail Aleshin, membuat kejutan dengan berhasil menempati posisi keenam dalam balapan Indy Car pertamanya minggu lalu. Pencapaian tersebut membangkitkan kembali karir yang sempat turun ketika ia gagal melanjutkan prestasinya di seri Eropa pada level yang lebih rendah.

Sayangnya, satu-satunya tim F1 yang membawa bendera Rusia, Marussia, gagal berkembang dan tetap berada di level papan bawah dengan beredarnya rumor masalah keuangan. Namun demikian, secara umum peran Rusia di F1 tetaplah positif. Rusia akan menggelar balapan F1 pertamanya dengan pembalap yang tampak berpeluang untuk menjadi pemenang suatu hari nanti. Maka, bersiaplah Sochi!

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki